Minggu, 10 April 2011

KAPITALIS-SEKULERIS AND LIBERALIS PENGHANCURAN KEMULIAAN UMAT!!!

Sebelum mengurai satu persatu kata daripada pengertian di atas, ada baiknya kita awali dengan sebuah cerita yang mana mungkin saja dapat menjadi renungan dan inspirasi bagi hidup kita. Namun, sebelumnya, cobalah kita mengenali istilah-istilah di atas. Di mana, kendatipun kata demi kata di atas tergolong konteks kata yang dapat dibilang berat bagi orang-orang awam, namun ada baiknya kita mengenalkannya dari sekarang. Mengenalkan betapa pengertian dari kata-kata tersebut ternyata hanya ibarat “Pemanis Buatan” yang sejatinya tiada sedikit pun menguntungkan, apalagi memberikan kemaslahatan untuk kita dan umat di dunia ini.
***
Konon, di sebuah negeri nan jauh di sana hiduplah seorang pemimpin yang begitu luar biasa amanahnya. Dia sangat disayang oleh rakyatnya, bukan karena kemewahannya sebagai pemimpin. Melainkan, kesederhanaannya dan kesolehannya. Hingga tatkala Dia dapati masih ada rakyatnya yang hari ini tidak makan, maka Ia pun sesegeranya mengirimkan kebutuhan pokok untuk rakyatnya tersebut. Saat anak buahnya ingin turut membantu, Ia pun berkata: “Apakah kau akan bertanggung jawab, apabila nanti Allah meminta pertanggungjawabanku atas tugas-tugas yang Allah amanahkan atasku?”. Seketika itu pun sang anak buah menitikkan air mata kebanggaannya pada sang pemimpin.
Hingga dalam kurun waktu 2 tahun, Ia mampu menyejahterakan rakyatnya. Tiada lagi Ia temui yang namanya Kemiskinan, saat dirinya menawarkan uang untuk menikah gratis bagi rakyatnya, tiada seorang pun yang mau menerimanya, kemudian digratiskannya pendidikan dan biaya untuk berobat. Luar biasa sekali. Bukan hanya karena sosok kepemimpinan beliau, melainkan juga karena keamanahan dan ketertundukkan beliau beserta rakyatnya kepada sebuah aturan hidup yang mengatur mereka.
Aturan hidup yang sejatinya tiada dapat tergantikan oleh yang lain, yaitu SyariatNya. Dalam sebuah konstitusi yang menjadi wadah penerapan SyariatNya, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. Inilah sedikit gambaran bagaimana sebuah keteraturan dan kedamaian hidup serta kehidupan di bawah aturan yang hakiki, yang tidak hanya melahirkan pemimpin yang amanah dan soleh, tetapi juga menjadikan para pejabat, dan rakyatnya senantiasa terikat dengan hukum-hukumNya. Sehingga antara Sang Pemimpin dengan Sang Rakyat, ataupun keseluruhan elemen dalam kehidupan itu merasakan anugerah yang Luar biasa dalam hidup mereka. Karena hidup mereka yang senantiasa dalam ibadah kepada Sang Pencipta mereka. Dan ketertundukan mereka atas segala kelemahan, keterbatasan dan ketergantungannya, bahwa hanya Sang Penciptalah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk CiptaanNya.
***
Ada pula sebuah negeri di mana dipimpin oleh seorang pemimpin yang begitu diktator serta otoriter. Di sana rakyatnya diperlakukan layaknya seperti binatang peliharaan, atau seperti budak sang tuannya. Setiap hari rakyatnya diperintahkan untuk bekerja, kemudian uangnya dikuras untuk kepentingan sang Tuannya. Harapan untuk mendapatkan perlindungan, pengayoman, dan kasih sayang dari Tuannya beserta para pejabat hanyalah sebuah mimpi belaka, bak ibarat punduk merindukan bulan. Ada sebuah jurang yang begitu luas, yang memisahkan antara rakyat tersebut dengan sang tuannya. Kadang kala, Rakyatnya diberikan janji manis, namun tiada kunjung ditepati. Hingga, yang harus diterima oleh rakyat tersebut adalah subsidi demi subsidi yang harusnya menjadi hak mereka harus dipangkas, dan akhirnya tiada subsidi sama sekali.
Di negeri tersebut pula kepentingan demi kepentingan bukan berdasarkan pemenuhan kebutuhan rakyatnya, melainkan untuk memenuhi kebutuhan tuannya atau pihak-pihak yang memiliki “fulus” lebihlah. Menyedihkan. Hingga tak sedikit ditemui banyak rakyatnya yang setiap harinya harus memakan makanan yang tak layak untuk dimakan -aking food-. Atau bahkan, ada yang harus tinggal di bawah jembatan. Bahkan, tingkat kegilaan di negeri tersebut semakin meningkat. Di tengah berita-berita yang tersiar, bahwa kemiskinan di negeri tersebut kian menurun –karena banyak rakyatnya yang meninggal akibat tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya-.
Tidak hanya itu, remaja-remajanya bahkan tiada terkonsentrasi untuk memikirkan bagaimana negeri itu ke depannya? Karena hari-hari mereka hanya dipenuhi dengan hiburan-hiburan, pergaulan yang kian bebas –aborsi, narkoba, dll-, dan kegiatan-kegiatan lain yang bisa terbilang tak penting sama sekali.
Semua kerusakan tersebut dikarenakan aturan yang mengatur hidup dan kehidupan mereka adalah buah hasil tangan manusia-manusia yang sejatinya tiada kan pernah ada titik puasnya. Kehausan mereka akan gemerlap dunia, telah membuat mereka melupakan akan tujuan dan hakikat mereka sebagai khalifah di muka bumi ini. Hingga, semua kerusakan itu menjadi sebuah kebiasaan umum di tengah-tengah hidup mereka yang telah membutakan mata hati maupun telah merusak kesehatan berpikir akal mereka akan ketertunjukkan pada sebuah kebenaran hukum yang hakiki.
Rakyat pun tak elaknya menjadi korban dari kerakusan sang tuannya. Kendatipun di awalnya janji-janji manis senantiasa terlontar di bibir mereka. Namun, janji tinggallah janji, yang harus rakyat hadapi adalah kedzoliman demi kedzoliman sang tuannya. Segala hal yang merupakan hak rakyatpun “diberikan” pada pihak-pihak yang menjadi rekan sang tuan. Sedangkan, rakyatnya harus membeli dengan harga yang tinggi atas haknya tersebut. Luar Biasa deh Kegilaannya!!!
***
Ketahuilah, dua cerita di atas bukanlah dongeng. Tapi, ianya nyata. Kendatipun, cerita tentang sebuah negeri nan luar biasanya mengayomi rakyatnya itu tak pernah terdengar di telinga kita, ataupun tiada pernah kita dapati di buku sejarah kita. Namun, ianya ada di perjalanan para khalifah yang dahulunya memimpin dan mengayomi 2/3 dunia. Namun, waktu berkeinginan lain, dan sang pemilik waktu pun juga membuat sebuah skenario yang berbeda. Ianya kini tergantikan. Namun, dalam waktu dekat, insya allah, dengan ijinNya, negeri ini kan kembali mengambil alih peradaban dunia kembali dengan Kemuliaannya. Subhanallah.
Sedangkan, cerita tentang seorang penguasa yang diktator itu, tentunya sedang berada di tengah-tengah kita. Tidakkah kalian merasakannya?
***
Sebuah tatanan sistem yang berasal dari sebuah keyakinan yang mendasar terkait manusia, kehidupan dan alam semesta yang memancarkan aturan-aturan yang mengatur segala aspek dalam kehidupannya, sehingga membutuhkan sebuah usaha untuk menyebarkan dan menerapkannya, itulah ideologi. Dan seperti yang kita ketahui, hanya ada 3 buah ideologi di dunia ini, yaitu sosialis, kapitalis dan Islam. Di mana masing-masing kita tentunya mengetahui, apa perbedaan dari ketiganya? Dan tentunya kita pun mengetahui kebobrokan apa yang ada di balik ideologi sosialis maupun kapitalis? Hingga, hanya ada satu ideologi yang memang sangat dinanti-nantikan, karena 3 hal yang mendasari kebenaran dan keshohihan ideologi ini, yaitu ideologi Islam yang memang memuaskan akal, menentramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia yang memiliki 3 potensi serta memiliki keterbatasan, kelemahan dan ketergantungan.
***
Tiada berkutat terlalu banyak pada tatanan sistem sosialis, karena keadidayaannya telah sirna dan tiada sedikit pun kemaslahatan didapat darinya. Dan ianya bukanlah sebuah proses pengimanan dan ketaatan seorang makhluk ciptaan pada Sang Penciptanya. Dan justru keberadaannya tiada jauh berbeda dengan sistem kapitalis, yang sejatinya menyengsarakan dan mematikan banyak jiwa-jiwa yang tak bersalah. Padahal, Rasulullah mengatakan, darah seorang muslim itu haram tuk ditumpahkan begitu saja, terkecuali dianya memang disanksikan untuk dihukum mati. Namun, lihatlah, bagaimana saat ini, begitu banyak nyawa yang tak bersalah hilang begitu saja. Memilukan.
Kapitalisme atau biasa disebut sistem kapitalis, adalah sebuah sistem yang memprioritaskan segala sesuatunya pada kepentingan yang bermodal –namanya aja juga kapital/modal-. Sehingga, tolak ukurnya adalah, bermanfaat dan memberikan keuntungan apa tidak? Sekalipun hal tersebut haram, namun menguntungkan, tiadalah mengapa bagi sistem ini. Begitupun sebaliknya, sekalipun hal itu wajib/halal, namun merugikan, maka tak mengapa hal tersebut ditinggalkan. Uang/materilah yang menjadi prioritas utama sistem ini. Sehingga, segala sesuatu yang tak menghasilkan uang, maka bersiaplah tuk dihinakan dan tergerus oleh putaran waktu.
Di dalam sistem ini pula tidak diperbolehkan adanya campur tangan dari negara, karena segala sesuatunya adalah milik individu/swasta, hingga pada akhirnya tak sedikit bermuara kepada asing. Sehingga, dalam prosedur rantai kehidupannya, siapa yang mampu bertahan dan memiliki bekal yang lebih, maka ialah yang dapat memutar dunia sesuai kehendaknya (wuih, sombong betul). Maka, didapatilah aturan-aturan hidup yang pada akhirnya adalah buah hasil tangan manusia-manusia yang “bermodal” tersebut, dengan kepentingan-kepentingan “perut” mereka, bukan kepentingan totalitas makhluk di muka bumi ini.
Walhasil, sangat jarang ditemui orang-orang yang memiliki jiwa sosial, terkecuali ada kepentingan di sana, seperti peliputan, pencitraan baik ataupun agar terpilih menjadi sosok pemimpin selanjutnya. Bukan dikarenakan sebuah amanah ataupun kesadaran atas sebuah keyakinan yang hakiki untuk berbagi kepada saudaranya yang lain.
***
Kembali kepada yang namanya kapitalis, di mana sesuatu yang haram dapat menjadi halal, dan sesuatu yang wajib bahkan menjadi tak mengapa untuk ditinggalkan. Lihat saja, bagaimana karena tuntutan perut untuk mencari uang, orang rela untuk melalaikan kewajiban shalatnya. Bahkan, di sebuah pelosok atau pedalaman, tak sedikit masyarakatnya yang rela menukar kemuslimannya dengan sekotak mie instan. Kemudian, karena tuntutan dunia bisnis, yang mengharuskan seorang wanita terlihat menawan dan eksotis, ia rela menanggalkan jilbab dan kerudungnya, menggantinya dengan pakaian yang justru menaikkan gharizah na’u (salah satu naluri) dari lawan jenisnya. Hingga, tidak sedikit ditemukan terjadi yang namanya pemerkosaan.
Inilah, saat keyakinan diletakkan saat ia melaksanakan ritualnya saja. Memisahkan saat ia beraktivitas di dunia luar. Seolah-olah bagi seorang muslim, ruh ibadahnya hanya ada di atas sajadah saja. Ia tinggalkan ruh tersebut saat ia melangkahkan kaki ke dunia aktivitasnya. Memisahkan keyakinan dari akal (pemikiran) dan hati (perasaan) nya. Bahkan, yang lebih memilukan, memisahkan keyakinan itu dari aturan hidup yang mengaturnya.
Maka didapatilah, seorang muslim yang getol dengan dunia korupsinya dan pencucian uang yang sejatinya itu adalah milik/hak orang lain. Atau mungkin seorang pemimpin muslim, namun mendzolimi rakyatnya. Kemudian, yang lebih parahnya, seorang muslim yang justru menganut pemikiran-pemikiran dari orang-orang kafir, menjadikan hukum-hukum Allah seolah-olah tidak relevan lagi saat ini, sehingga perlu dimodifikasi ataupun disesuaikan dengan zaman yang ada. Naudzubillah.
Kapitalis-sekuleris telah melahirkan hukum-hukum tandingan yang sejatinya hanya Allahlah yang berhak untuk membuat hukum-hukum tuk CiptaanNya. Karena hanya Dia yang Maha Mengetahui apa-apa yang dibutuhkan makhlukNya. Secara, manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas dan bergantung pada sesuatu.
Maka, apabila diibaratkan barang, masa aturan pakai setrika digunakan untuk aturan apakai kompor gas? Tidak nyambung kali ya? Apalagi, ini yang mau diatur adalah manusia, yang sejatinya luar biasa kompleksnya. Sehebat-hebat manusia, tidak mungkin ada kali ya yang mampu membuat makhluk sesempurna manusia juga? Maka, janganlah menyombongkan diri dengan mengatakan, “Ku mampu mengatur hidupku sendiri!”
Bayangin saja, bagaimana seandainya Allah tidak memberikan kamu ada di muka bumi ini? Atau mungkin Allah cabut segala nikmat yang ada padamu, baik berupa nikmat nafas, detak jantung, atau segala sesuatu yang kamu punya. Masihkah kamu berani berkata demikian?
Manusia memang memiliki naluri untuk eksis ataupun dilihat hebat oleh yang lain. Namun, jangan sampai semua hal itu justru melanggar koridor syara’ dan bahkan mendatangkan kemurkaanNya di muka bumi ini, baik dengan bencana ataupun berbagai macam cobaan untuk bumi ini. Telah tampak kan segala kerusakan di muka bumi ini? Semua tidak lain karena ulah tangan manusia, kata Allah.
***
Beranjak pada pembahasan selanjutnya, di mana saat sebuah aturan itu memisahkan ruh keyakinannya dengan kehidupan, maka yang didapati apa? Hasilnya adalah sebuah KEBEBASAN yang sejatinya kebablasan. Lihat saja, bagaimana saat ini seorang muslim tiada lagi dikenali akan identitasnya. Baik dari segi pakaiannya, rambutnya, gaya hidupnya, dll deh pokoknya. Semua bukan menghantarkan umat manusia sekarang ini kepada yang namanya kemuliaan ataupun kehebatan dunia. Melainkan, justru menghantarkan kepada yang namanya sebuah kehinaan.
Aborsi diusahakan untuk dilegalkan, poligami diharamkan, pacaran diperbolehkan, miras dilegalkan, makanan-makanan tidak benar-benar terjamin terhindar dari keharaman yang namanya lemak babi dan sejenisnya, kedudukan wanita diusahakan untuk setara bahkan melebihi laki-laki, remaja yang hampir 50% telah kehilangan virginitasnya, dan masih banyak hal akibat yang namanya sebuah kebebasan.
Sebuah gambaran yang mungkin bisa menjadi pelajaran untuk kita semua. Ada apa tidak, harga tubuh seorang wanita yang dapat diukur dengan uang? Padahal Allah menciptakan dengan sangat luar biasa sempurnanya, menutupinya agar tidak terlihat aibnya, walaupun sejatinya ia tercipta dari cairan yang mungkin saja oleh sebagian orang itu begitu menjijikan. Namun, Allah jadikan semua kejijikan itu seakan tiada terlihat oleh indra manusia, dengan aturan Pakaian yang telah Allah perintahkan kepada yang namanya wanita, yaitu dengan kerudung dan jilbab.
Mungkin ada yang berkata, “ini kan tubuh gue, ngapain sih loe ngurusin gue?”. Alah, coba kalau dikatakan balik, “tubuh loe tu kalau Allah ga berkenan menciptakan, apa itu bener-bener punya loe?”. Harusnya, kita sadar diri, ma yang punya. Diibaratkan, kita dititipi oleh seseorang yang hendak pergi karena ada sebuah tugas ke luar kota, sebuah rumah untuk kita jaga dan pelihara hingga nanti sang pemiliknya datang kembali. Lantas, apakah dengan seenaknya saja, kita pergunakan itu rumah, sesuka kita? Padahal apabila ada kerusakan, kehilangan, dll, tentunya kita yang nantinya akan mengganti rugi.
Sama halnya dengan diri kita. Ketika Allah menitipkan semua yang Allah ciptakan pada diri kita –inget itu titipan, bukan milik kita sepenuhnya!-, lantas, pantaskah dengan serta merta kita mengatakan, Allah ga berhak ngatur kita? Hidayah ga nyampe pada kita? Padahal, sejatinya hidayah itu dicari bukan ditunggu. Kemudian berkata, hukum Allah itu udah ga relevan lagi, dll.
Sangat lucu sekali, Allah yang sejatinya Maha Sempurna, memiliki kekurangan dalam mengatur ciptaanNya. Dan hebatnya, manusia mengaku mampu tanpa Tuhan? Bayangkan saja, dalam tidur kita, mampu ga kita memerintahkan jantung kita untuk berhenti berdetak? Mampu ga kita memerintahkan nafas kita berhenti sejenak untuk bernafas? Maha Besar Allah yang telah menciptakan segala keteraturan atas hidup dan kehidupan kita. Subhanallah.
***
Maka, jelas sekali segala hal atas kebobrokan sistem kapitalis-sekuleris and liberalis, yang sejatinya hanya menjauhkan manusia dari hakikat yang sesungguhnya. Melepaskan manusia dari fitrah yang sejatinya. Dan sangat-sangat tidak memuaskan akal serta tidak menentramkan jiwa kita dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.
Mungkin sangat banyak gagasan-gagasan praktis yang dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan saat ini. Misalkan dengan perbaikan sebagian-sebagian. Atau mungkin dengan penyuluhan-penyuluhan, bakti sosial dll. Namun, secara akar masalah yang harus kita perhatikan adalah, apa sebenarnya solusi fundamental yang harusnya kita berikan?
Diibaratkan pohon, apabila akarnya telah rapuh, bahkan rusak, maka hal yang harus dilakukan adalah, bukan memotong batangnya, ataupun membersihkan daunnya. Melainkan mencari bibit baru yang lebih baik dan lebih bersih untuk ditanam kembali, menggantikan tanaman yang telah rapuh sebelumnya. Begitu pun apabila diibaratkan dengan kapal yang telah karam, tidak dapat dikendarai lagi, hingga menunggu waktu tenggelamnya saja. Lantas, apakah yang akan kita ganti hanya nahkodanya, ataukah penumpangnya saja? Tentunya yang harus diganti adalah kapalnya. Sehingga, pada akhirnya kapal tersebut dapat mengarungi samudera lautan yang ada, kendatipun berhadapan dengan ombak yang begitu besar sekalipun.
Begitu juga dengan keadaan manusia, alam semesta dan kehidupan saat ini. Yang harus kita lihat adalah sistem yang mengatur kita apakah telah sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah? Apakah telah seperti yang diperintahkan Allah? Ataukah justru membuat kita jauh dari yang diperintahkan Allah dan RasulNya?
Hingga kapankah kita turut menjadi bagian dari penyakit masyarakat, tanpa berusaha untuk turut menjadi dokter yang mengobatinya? Menjadi penonton tanpa turut menjadi pemainnya? Padahal, yang namanya sebuah kewajiban, ianya tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Ketika Allah memerintahkan kita masuk ke dalam islam secara kaffah (menyeluruh), melaksanakan syariat islam secara menyeluruh (bukan sebagian-sebagian/atau meniadakan sama sekali), dan bahkan Allah mengatakan, hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin? Dan sekiranya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa kepada Allah (Syariat Islam), maka Luar Biasa Anugerah yang Allah berikan kepada kita.
Sungguh, janjiNya itu pasti. Dikehendaki ataukah tidak. Diusahakan ataukah dihalang-halangi. Dia pasti punya cara untuk menepati janjiNya. Dan yakinlah, bahwasanya pertolonganNya itu ada bersamaan perjuangan dan usaha kita. Di sini Allah bukan ingin melihat kesombongan kita, melainkan Allah ingin melihat kesungguh-sungguhan kita dalam mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Islam yang dahulu pernah ada. Sebagai sebuah konsekuensi keimanan kita atas syahadat yang kita ucapkan. Dan sebagai seorang khalifah di muka bumi, yang inginkan kesejahteraan serta rahmatNya untuk negeri ini, untuk bumi ini serta untuk seluruh alam semesta dan kehidupan ini.
Kendatipun orang-orang kafir tak menginginkannya. Kendatipun orang-orang kafir berusaha menghalang-halanginya. Namun, yakinlah, sebaik-baik makar/rencana adalah makarnya Allah.
Cukuplah sudah penderitaan demi penderitaan yang dirasa umat. Umat sudah cukup cerdas atas semua kebohongan yang ada. Dan umat sudah sangat lelah dengan semua kehinaan yang dirasa.
Maka, bangkitlah umat!!! Mari kita perjuangkan bersama-sama janjiNya. Ini bukan mimpi. Tapi, ini adalah pilihan dalam hidup kita. Menginginkan SurgaNya dengan konsekuensi yang ada. Ataukah menginginkan nerakaNya, dengan gemerlap dunia yang semu?
Semua pilihan ada di genggaman tangan kita. Kita memiliki waktu, peluang dan kesempatan yang sama. Maka, jangan siakan semua itu dengan alasan-alasan duniawi kita. Jelaslah sudah, untuk apa kita hidup? Maka, dalam setiap aktivitas kita, jangan pernah lepaskan idrok silabillah kita denganNya. Karena segala usaha tanpa do’a ataupun do’a tanpa usaha, adalah suatu hal yang setengah-setengah dalam mencapai sebuah keutuhan yang dikehendaki. Tentunya, keutuhan dalam Bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Amin Allahuma Amin.
***
Dalam kegelisahan dunia materialitas, di mana akal tidak dapat berkonsentrasi pada semua teori-teori kapitalis dalam bingkai aktivitas kapitalis, yang sejatinya lambat laun pun kan menjadikan kita sebagai korbannya, apabila kita tidak bergerak dan menghancurkannya!
_Mecha Al-Fakhirah_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Opening Faza's Blog

Assalamu'alaikum!
~Ahlan wa sahlan~

Apa Kabarnya Hari ini?
"Alhamdulillah, Selalu Mencerahkan, Luar Biasa Sukses!"

~Allahu Akbar~