Minggu, 24 April 2011

“Tolong, Jangan Cuci Otak Kami!!!”

Sore ini ku lihat langit begitu kelabu, ditambah dengan gerimis hati yang mungkin tiada seorang pun mengetahui dan merasakannya. Tiada sengaja, ku tatap layar kaca televisi yang ada di hadapanku, berita mengenai bom, teroris yang begitu gencarnya diberitakan, hingga-hingga terkesan dipaksakan dan senantiasa mencitrakan negatif terhadap Islam.
Berbeda sangat, ketika berita negatif itu muncul terhadap aparat negara. Seakan-akan media serentak untuk menutup-nutupi kebenarannya. Dapat dirasakan dan dilihat, bagaimana kasus demi kasus, seakan muncul dan tenggelam begitu saja, tanpa diketahui hasil akhir yang jelas. Hingga-hingga, yang membuat pilu hati ini, sang pelaku, masih saja dapat tertawa dan tersenyum di hadapan media, seolah-olah mereka bukanlah pelakunya.
***
Pilu hati seakan bukannya bertepi, melainkan bertambah berhambur menjadi derai tangis yang tiada dapat tertahan. Seakan sebuah memorial indah melabuh dalam ingatan ini. Terlintas sosok yang begitu dicinta, Sang Baginda Rasulullah. Sebuah perjalanan yang sangat luar biasa. Di tengah kedudukan beliau yang dijanjikan Surga oleh Allah, namun, titian jalan yang harus beliau lewati selama di dunia, bukanlah titian jalan yang mudah.
Siroh Nabi seakan menjadi tamparan pada diri ini, dan bagi umat muslim yang lain. Apakah, sudah benar-benar lurus dakwah yang selama ini kita emban? Apakah benar-benar kita dahulukan umat di atas kepentingan diri kita? Apakah ujian demi ujian telah kita rasakan, seperti yang dirasakan oleh Sang Kekasih Allah tersebut? Cacian demi Cacian, hingga dikatakan orang gila ataupun ahli sihir? Embargo dan pengasingan?
Sang Kekasih Allah yang telah dijanjikan SurgaNya, ternyata menempuh jalan hidup yang tidak mudah. Hampir nyawalah yang menjadi taruhannya, karena usaha gigih beliau untuk mendakwahkan islam, tanpa mengenal yang namanya KOMPROMI. Hingga, pada akhirnya, beliau mendapatkan pertolongan Allah untuk memimpin negara islam di madinah, yang di sana tak hanya terdiri dari orang muslim saja, melainkan terdiri dari berbagai macam agama dan keyakinan, dan semuanya hidup berdampingan secara damai, di bawah naungannya.
***
Berkaca pula dari sebuah perang yang memiliki sebuah perbedaan yang sangat jelas. Antara perang salib, yang dilakukan oleh orang-orang non muslim, dengan penakhlukan negeri-negeri di bawah kepemimpinan islam. Digambarkan, pada saat perang salib itu sendiri, seakan menjadi sebuah mimpi buruk bagi kaum muslim, karena banjir darah kaum muslim akibat pembantaian tentara salib. Tetapi berbeda, saat penakhlukan oleh tentara kaum muslim di bawah kepemimpinan sholahudin al ayubi, di sana, semua nyawa terlindungi, terkecuali pihak-pihak kafir yang jelas-jelas menentang hukum-hukum Allah. Seperti firman Allah dalam surah Al Baqarah, bahwasanya Yahudi dan Nasrani, tiada akan pernah ridho, hingga kita mengikuti millah (gaya hidup) mereka. Dan sekarang, kita pun telah banyak yang mengikutinya. Sadar maupun tak sadar.
***
Kembali pada pembahasan yang utama. Opini Islam itu teroris. Bom Buku, Bom-Bom Cak, atau Cak-Cak Bom, dll. Sesungguhnya, sebuah upaya untuk mengalihkan opini dari kebobrokan negara yang ada saat ini (kasus Lipindo, Century, Mafia Kasus, Mafia Pajak, Korupsi, Pencucian Uang, Wikileaks yang makin menyudutkan presiden beserta para pejabat, dan sebuah Rencana besar para pejabat DPR, yaitu pembangunan Gedung DPR yang menganggarkan Budget 1,138 Triliun, -miris sekali melihatnya, di tengah kemiskinan rakyatnya yang semakin meningkat-, pasar bebas khususnya CAFTA yang menggulung industri dalam negeri, penyanderaan kapal MV Sinar Kudus dengan 20 awaknya oleh perompak diperairan Somalia, rencana kenaikan harga BBM, dan rencana legalisasi RUU Intelijen yang sarat dengan spirit “kekuasaan tiran”), kepada pengkerdilan Islam dan pembalikan fakta. Sehingga, terkesan sebuah hal yang benar itu terlihat salah, dan sebuah hal yang salah itu terlihat benar.
Sebuah ketimpangan juga yang dilakukan oleh pemerintah dalam membuat kebijakan antara terhadap pejabat-pejabat yang “nakal”, pemilik modal yang melakukan kecurangan, dengan orang-orang yang masih diduga sebagai teroris, yang ditembak ditempat, ditangkap dan dianiaya sesuka hatinya, tanpa memegang yang namanya prinsip HAM. Padahal, siapakah yang jelas-jelas teroris yang menebar teror ke tengah-tengah kita melalui medianya???
Bagaimana pula pembunuhan masal yang dilakukan Amerika dan antek-anteknya terhadap umat islam di luar sana? Adakah mereka dikatakan teroris? Padahal jelas sekali korban-korbannya, maupun pelakunya. Dimanakah yang namanya HAM itu??? Jangan heran apabila melihat umat/masyarakat itu marah dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah!!! Karena telah jelas sekali, untuk siapakah hukum dan Undang-Undang itu dibuat??? Dan telah jelas, HAM tak berlaku terhadap orang-orang muslim. TIDAK ADIL!
Lantas, masih bisa ternyata mereka berbicara di depan media, dengan mengatakan, seluruh semesta hendaknya dapat bekerja sama dengan densus untuk mematikan aktivitas para teroris, saat mereka berbicara di depan publik dengan mengangkat topik-topik yang menyulut kemarahan umat kepada pemerintah!!?
Secara, manusia mana sih, yang ketika ada orang menamparnya, lantas dia diam saja? Ketika dia dilempari batu, lantas dia tersenyum saja? Terkecuali, ada yang tidak beres dengan saraf maupun akalnya! Jelas sekali itu bertentangan dengan naluri dan fitrah kita sebagai manusia, yaitu untuk mempertahankan diri.
Seharusnya pemerintah itu mengoreksi diri mereka, mengapa hingga-hingga di negeri ini muncul yang namanya teroris, yang lucunya sampai melakukan perbuatan aneh, yaitu Bom bunuh diri di masjid? Jangan Cuma bisa menyalahkan rakyatnya saja!
Atau mungkin benar apa yang diduga di atas tadi, bahwa ada skenario di balik blow up opini teroris ini? Memunculkan Undang-Undang Represif, yang akan membumi hanguskan pendakwah-pendakwah islam yang meneruskan dakwahnya Rasulullah. Makanya seolah-olah masalah ini senantiasa berkepanjangan dan tiada menemui titik akhirnya, terkecuali semua umat islam yang bersungguh-sungguh ingin meneruskan dakwah Rasul secara kaffah itu mati dan musnah. Dan yang tersisa adalah umat muslim yang berkompromi dengan aturan yang ada saat ini (Liberal), umat islam yang individual, dan berkutat pada tataran ibadah saja. Padahal Rasul tiada mengenal yang namanya kompromi dalam menyampaikan islam. Memalukan!
***
Maka dari itu, berpikirlah secara cerdas wahai umat! Jangan mudah terbodohi dengan berita-berita yang ada di media. Karena pegangan hidup kita telah begitu jelas, yaitu AL QUR’AN dan AS SUNNAH, bukan Media!!!
Ketahuilah, istilah pencucian otak itu tiada pernah ada, terkecuali berasal dari pihak-pihak yang berbicara di media itu sendiri. Maka, berhati-hatilah, bisa jadi, saat kalian menyaksikan televisi, saat kalian bekerja, saat kalian kuliah, justru otak kalian telah dicuci dengan ide-ide yang itu bukanlah berasal dari keyakinan kalian, dan jelas sekali, bisa jadi itu bertentangan dengan apa yang Allah perintahkan pada kita. Mengatakan Pacaran Islami, Obligasi Syariah, BABI Syariah, Riba Syariah, dll, padahal telah jelas, saat Al Qur’an mengatakan Itu haram, maka hukumnya tetaplah haram, begitupun saat dikatakan wajib, maka senantiasa berlaku hukumnya wajib. Tiada kan pernah berubah. Dan Islam itu bukanlah mengikuti zaman ataupun waktu, melainkan, zamanlah yang mengikuti Islam, karena dalam al qur’an telah begitu jelas, mengabarkan pada kita mulai dari awal penciptaan hingga hari kiamat. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita meyakininya ataukah kita mengabaikannya???
***
Satu hal yang ingin diluruskan. Bahwasanya, apabila benar yang dibawa oleh seseorang itu adalah islam, tentulah ide maupun tataran teknis yang dia sampaikan tiada mengajarkan sesuatu yang bersifat kekerasan, seperti jihad fisik, pada sebuah kondisi yang begitu jelas, kita diserang dari pemikiran, bukan fisik. Sehingga, perlawanan kita, haruslah mengoptimalkan syiar dakwah melalui pemikiran itu tadi.
Kemudian, terhadap orang tua, islam jelas begitu menghormati yang namanya orang tua, sekalipun orang tuanya itu benar-benar bukan muslim, wajib kita untuk menghormati dan memuliakan mereka. Namun, tetap sesuai yang diperintah Al Qur’an dan As Sunnah.
Maka, di balik, individu-individu/kelompok-kelompok yang bergerak secara brutal tersebut, kita pun jangan cepat termakan opini dan mengambil kesimpulan, bahwa itu benar-benar kelompok muslim. Karena cara mereka saja, tidak sesuai dengan syariat Islam, justru bertentangan dengan syariat islam. Bisa jadi, mereka adalah kelompok bayaran. Karena di tangan media, tidak ada yang tidak mungkin, untuk menjadi sebuah skenario dan sebuah berita. Sekalipun itu adalah berita yang bersifat memaksa. Maka dari itu, jangan telan bulat-bulat apa yang diberitakan oleh media. Tetap kembalikan semua fakta yang ada, pada bagaimana islam menghukuminya?
***
Akhir kata, satu pesan saya wahai umat! Janganlah hal ini menjadikan kalian sebagai pecundang, yang mundur dari jalan dakwah ini. Namun, jadikan tantangan ini sebagai sebuah peluang dan kesempatan kita untuk sungguh-sungguh memperjuangkan islam yang kaffah dan membuktikan pada umat akan islam yang kaffah itu sendiri.
Sukseskan Konferensi Rajab yang telah di depan mata, bahwasanya umat benar-benar akan sejahtera di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan diterapkannya SyariatNya di bumiNya ini. Allahu Akbar!
“Mereka Membuat Tipu Daya, dan Allah Membalas Tipu Daya Mereka Itu. Dan Allah Sebaik-Baik Pembalas Tipu Daya.” (QS. Ali Imran: 54)
***
Di tengah goncangan, tanpa pendukung, namun, senantiasa meyakini, bahwa Allah senantiasa bersama hambaNya yang menolong agamaNya. Dan meyakini, bahwa kita benar-benar umat yang terbaik, seperti janjiNya!
_Mecha Al-Fakhirah_

Pemakaman Memorial Masa Lalu

Saat detik ini ku tertahan dalam langkah,
Saat tumpukkan bayang-bayang kelam masa lalu,
Berlalu, menarik diri tuk masuk dan menyelaminya,
Tekanan demi tekanan yang kian menghampiri diri,
Tiada berkawan dan senantiasa memicu emosi.
Tanpa disadari, buyar bening air mata telah menumpah ruah,
Dalam bait lantun kata beradu padaNya,
Sang Pemilik Diri dan Kehidupan ini.
Semua wajah berkelebat dengan segala hal yang ditinggalkannya,
Menyisakan banyak tanda tanya,
Hingga, mengembalikan semua pertanyaan kepada diri,
Mempertanyakan kesalahan apa yang telah diukir diri.
Satu persatu diusahakan tuk dijawab,
Mengurangi satu persatu sakit yang ada di hati,
Menghilangkan pikiran-pikiran semu yang ada di kepala.
Hampir-hampir muncul sebuah pertanyaan,
Apakah benar diri ini tiada pantas menempuh jalan ini?
Apakah tiada ada kesempatan diri ini tuk menikmati,
Rintihan tapak tilas perjalanan Sang KekasihNya?
Apakah semua usaha yang ada,
Benar-benar tiada artinya di hadapan sosok-sosok lemah yang lain?
***
Dua sosok Permata yang senantiasa menuntut pada banyak hal yang sejatinya senantiasa memperkarakan pada hasilnya, bukan pada proses yang sedang dirangkai.
Rekan yang tiada belajar untuk memahami, namun, senantiasa menarik dan menuntut diri tuk memahami keadaannya dan perkara-perkaranya.
Adik-adik yang hanya menunggu, dan menunggu saja, tiadakah muncul inisiatif untuk mencari dan mempelajarinya dengan kesadaran yang mendasar? Berpikirlah, kalianlah yang akan menjadi pemimpin dan penerusnya kelak.
Dan beberapa sosok yang mengabaikan yang namanya sebuah nasehat dan manajerial waktunya, sehingga seakan-akan mengeksekusi dirinya pada detik-detik waktu yang tersisa, pada beberapa pilihan, Dakwahnya, ngajinya ataukah tugas-tugasnya?
Tiada pun memungkiri, bahwasanya ketika mengharap pada yang namanya sosok manusia, tentulah kan banyak ditemui yang namanya KEKECEWAAN.
Namun, sesungguhnya itu bukanlah sebuah alasan ataupun tawaran atas pilihan yang diberikan dalam hidup kita.
***
Sejatinya, perjalanan dalam semesta ini, berjalan dengan penuh kesadaran dan inisiatif dari dalam diri masing-masing sebagai sebuah ketertundukkan dan pengabdian pada Sang Tuannya.
Saat pengaruh berhasil disebarkan secara negatif pada suatu tatanan individu yang kokoh sekalipun, tentu pastinya akan berpengaruh dan meninggalkan kejumudan-kejumudan saja.
Namun, sangat berbeda, saat individu satu dengan yang lain, mampu mengoreksi diri mereka masing-masing, saling mengingatkan dan menasehati, serta tak sungkan menegur, saat kelalaianlah yang ditunjukkan rekannya, hingga berujung pada keserasian dan kesinergisan tatanan individu yang kokoh.
Kemudian, ditambah dengan sebuah kontrol dari tatanan masyarakat yang senantiasa berpegang pada prinsip menyeru pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, hingga semakin meningkatkan ketakwaan individu maupun masyarakatnya.
Hingga, diperkuat lagi oleh sebuah aturan yang sejatinya tiada memonopoli atas kepentingan pihak-pihak tertentu saja. Aturan yang tak hanya mementingkan isi perut orang-orang ber-”jas” ataupun yang punya modal saja. Namun, aturan yang sejatinya berasal dari yang menciptakan kehidupan, alam semesta dan manusia di dunia ini. Aturan Haq yang disebut “SyariatNya”.
Keserasian dan Keseimbangan atas ketiga pilar inilah yang menjadikan tatanan kehidupan dan hidup ini berjalan sebagaimana yang diaturNya.
Penuh dengan ketawadhu’an dan kedamaian, serta tiada meninggalkan sebuah keserakahan yang dengan begitu relanya menginjak-injak hak saudaranya yang lain.
***
Berawal dari mimpi inilah, ku bertahan dan senantiasa mempertahankan apa yang telah ku dapatkan dengan begitu sempurnanya.
Sekalipun, ku dapati berbagai unsurnya begitu mengecewakan dan menyakitkan diri, serta menarik diri untuk menyelesaikan target lulus tahun ini.
Namun, bagiku, sungguh tiada yang sia-sia. Sekalipun, ku tak mampu mengubah kalian, tak mampu senantiasa bersama-sama kalian, tak mampu hadir saat kalian menginginkan kehadiranku, tak mampu membantu kalian, dan tak mampu memenuhi apa yang menjadi permintaan kalian. Akan tetapi, ku yakin, Allah mampu tuk menjadikan yang tak mampu tadi, menjadi MAMPU.
***
Satu pintaku pada kalian. Tolong bantu ku mengubur semuanya yang telah lalu, tegur ku saat ku benar-benar telah lalai dan jauh dariNya, belajarlah memahamiku saat ku tak mampu lagi memahami kalian, dan jangan biarkanku kehilanganNya tuk kedua kalinya. Karena ku begitu MenyayangiNya, begitu pun dengan kalian.
Salam Perjuangan sahabatku!
_Mecha Al-Fakhirah_

Bertahan dalam Sendiri

Awal mula tumbuhnya sebuah kesadaran, keyakinan yang mendalam dan sebuah harapan pada masa depan yang menjadi mimpi. Bertemankan deburan dan terjangan ombak, serta lecutan cambuk yang senantiasa melukai hati dan motivasi diri tuk beranjak dari apa yang ada, kembali pada dimensi waktu yang sempat mengacaukan diri, dan menjadikan diri tiada ada artinya.
***
Akhir-akhir ini ku temui banyak sekali pembelajaran yang mungkin dahulu tiada pernah ku temui. Entah itu permasalahan hati, pikiran, uang, dll. Namun, rasanya dalam menghadapinya pun ku merasakan keperbedaan dibandingkan masa dahulu, saat ku tiada memiliki yang namanya pandangan hidup. Saat ini, ku tiada sedikit pun risau, saat ku harus menghadapinya sendiri, sekalipun seluruhnya meninggalkanku.
Pada awalnya ku merasakan tiada menyanggupi dengan semua yang ku hadapi ini, terlebih saat itu harus dihadapkan pada banyak pilihan. Kuliah, kerja, magang, organisasi, dan membantu orang tua. Namun, lagi-lagi, karena keyakinan yang mendalam yang melahirkan sebuah kepercaya dirian dan kekuatan yang sebelumnya tiada pernah ku rasakan ataupun ku miliki, kendatipun kondisi fisiklah yang pada akhirnya menjadi taruhannya, hingga akhirnya ku mampu bertahan bertemankan Dia dalam curahan do’a dan butiran air mata di setiap akhir sholatku.
Sejujurnya, ketika dihadapkan pada sebuah permasalahan hati, yang sejatinya menjadi naluri bagi setiap manusia, tentunya masih mampu tuk ku hadapi dan lewati, kendatipun dua permataku berkata lain atas keputusanku. Namun, ketika berbicara pada permasalahan pilihan utama hidup, saat ku tiada mengiyakan pilihan terikat pada sebuah instansi kerja, justru ku dipandang tiada berguna. Bahkan, saat ku benar-benar tiada dapat membantu di satu waktu, justru keuanganku di sabotase, hingga pada akhirnya konsentrasiku pun terbagi-bagi tuk mengganti pendapatan sehari-hariku.
***
Inilah aku, yang sejatinya bisa dikatakan keras dalam memegang sebuah pendirian, walaupun kadang rapuh juga, saat itu menyentuh perasaanku –melihat saudara satu akidahku masih hidup di bawah garis kemiskinan, dalam lingkup tatanan aturan yang tidak adil serta bertentangan dengan fitrah manusia, dan pengkhianatan pada hukum-hukumNya, rasanya air mata tiada tertahan lagi-. Saat keyakinanku yang mendalam mengatakan tuk tidak tunduk pada sebuah cengkeraman aturan ataupun kebiasaan yang bertentangan dengan keyakinanku, maka ku benar-benar tiada kan pernah menjadikannya sebagai salah satu mimpi dalam proposal hidupku. Sekalipun, berbagai paksaan datang dari arah mana saja.
***
Tawaran demi tawaran datang kian tiada terkiranya. Beasiswa usaha, bekerja di sebuah perbankan, bekerja di sebuah perusahaan eksport, namun, semua seakan berlalu begitu saja. Menulis, mengajar, berbicara, itulah hobiku. Ditambah keinginan terbesar untuk menjadi seorang pengusaha sukses. Namun, semua itu seakan hanya dipandang sebelah mata. menyedihkan.
Pendapatan sehari-hariku pun menjadi korban atas pilihan yang ku tetapkan. Tantangan bahwa ku benar-benar harus dapat membuktikan perubahan itu melalui tanganku, kini seakan-akan dilemparkan begitu saja ke depanku. Di tengah begitu besarnya amanah kelulusan yang sejatinya membutuhkan banyak biaya. Namun, sekali lagi ku coba tuk berpikir positif atas semua yang ku hadapi.
***
Vonis kesehatan yang kian menurun seakan membuat separuh kekuatan hilang begitu saja. Kepercayaan diri yang telah begitu kokoh dibangun, seakan-akan turut roboh, bersamaan ketidak percayaan dengan apa yang dihadapi. Namun, ku percaya, Allah bersama hambaNya yang senantiasa gigih dalam titian jalanNya.
Ku coba tuk mengabaikan semua energi negatif yang ada di tengah-tengah hidup dan kehidupanku. Ku mencoba menggenggam kembali apa yang hampir-hampir terlepas. Tuk ku tata kembali, dan ku wujudkan dengan energi yang tersisa. Ku tetap bertahan dan kan senantiasa bertahan. Satu prinsip yang senantiasa ku tanamkan dalam diriku. “kendatipun, bukan aku yang nantinya merasakan hasilnya, namun, ku kan memperjuangkannya dan senantiasa menyebarkan energi positif yang ku punya ke tengah-tengah umat yang saat ini mungkin berada dalam kemunduran, penderitaan dan kerapuhan yang mendalam. Ku ingin mereka bangkit dari semua keterpurukan yang ada”.
***
Hingga, ku tatap sekelilingku. Perlahan, penuh dengan begitu banyak gemerlap. Namun, di satu sisi, umat mulai sadar dan cerdas. Kebangkitan itu bukanlah menjadi mimpiku saja, namun telah menjadi mimpi seluruh umat.
Rasanya, saat nanti ku tutup mataku, ingin ku tinggalkan semua dengan penuh kedamaian. Ingin ku buktikan pada semuanya, sebelum ku pergi, ku mampu menjadi yang terbaik dengan tetap berpegang pada prinsipku. Bukan pada prinsip yang mengambil “jalan tengah” ataupun mengambil dari sesuatu yang bertentangan dengan “keyakinan”.
Karena, apalah guna hidup dalam sebuah kehebatan, namun pada akhirnya nanti, toh Dia “Allah”, tiada sedikit pun menoleh peduli pada kita, karena pengkhianatan maupun pengabaian kita padaNya beserta hukum-hukumNya selama di dunia.
Ingatlah, bahwa setiap awal, pasti kan ada akhirnya. Dan setiap perbuatan, pasti kan ada pertanggungjawabannya. Dan ketahuilah, pertemuan denganNya, itu adalah sesuatu yang pasti. Maka, jangan berharap Dia mau memandang kita, kalau kita sendiri lupa kepadaNya selama di dunia ini.
Kembalilah kepada Islam yang kaffah. Karena rahmat itu akan ada tuk seluruh alam, saat islam diterapkan secara kaffah di bumiNya ini. Dan bagaimana hukumNya dapat diterapkan secara kaffah? Tiada lain dengan tegaknya sebuah konstitusi yang melegalkan hukum-hukumNya secara totalitas, yaitu dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Dan rasakanlah bagaimana saat hidup di luar dari hukumNya? Ketidak adilan, ketidak tenangan, ketidak damaian, dan kecurangan yang senantiasa mengitari hidup kita. Maka, sebagai sebuah totalitas keimanan, perjuangkanlah, kendatipum ianya menggerogoti seluruh energi maupun apa yang kau punya. Karena, segala perjuangan ini tentunya tiada kan pernah sia-sia di hadapanNya. Dan sebagai ciptaan, tentulah ini menjadi tugas utama kita kepada sang Pencipta.
_Mecha Al-Fakhirah_

KAPITALIS-SEKULERIS AND LIBERALIS PENGHANCURAN KEMULIAAN UMAT!!!

Sebelum mengurai satu persatu kata daripada pengertian di atas, ada baiknya kita awali dengan sebuah cerita yang mana mungkin saja dapat menjadi renungan dan inspirasi bagi hidup kita. Namun, sebelumnya, cobalah kita mengenali istilah-istilah di atas. Di mana, kendatipun kata demi kata di atas tergolong konteks kata yang dapat dibilang berat bagi orang-orang awam, namun ada baiknya kita mengenalkannya dari sekarang. Mengenalkan betapa pengertian dari kata-kata tersebut ternyata hanya ibarat “Pemanis Buatan” yang sejatinya tiada sedikit pun menguntungkan, apalagi memberikan kemaslahatan untuk kita dan umat di dunia ini.
***
Konon, di sebuah negeri nan jauh di sana hiduplah seorang pemimpin yang begitu luar biasa amanahnya. Dia sangat disayang oleh rakyatnya, bukan karena kemewahannya sebagai pemimpin. Melainkan, kesederhanaannya dan kesolehannya. Hingga tatkala Dia dapati masih ada rakyatnya yang hari ini tidak makan, maka Ia pun sesegeranya mengirimkan kebutuhan pokok untuk rakyatnya tersebut. Saat anak buahnya ingin turut membantu, Ia pun berkata: “Apakah kau akan bertanggung jawab, apabila nanti Allah meminta pertanggungjawabanku atas tugas-tugas yang Allah amanahkan atasku?”. Seketika itu pun sang anak buah menitikkan air mata kebanggaannya pada sang pemimpin.
Hingga dalam kurun waktu 2 tahun, Ia mampu menyejahterakan rakyatnya. Tiada lagi Ia temui yang namanya Kemiskinan, saat dirinya menawarkan uang untuk menikah gratis bagi rakyatnya, tiada seorang pun yang mau menerimanya, kemudian digratiskannya pendidikan dan biaya untuk berobat. Luar biasa sekali. Bukan hanya karena sosok kepemimpinan beliau, melainkan juga karena keamanahan dan ketertundukkan beliau beserta rakyatnya kepada sebuah aturan hidup yang mengatur mereka.
Aturan hidup yang sejatinya tiada dapat tergantikan oleh yang lain, yaitu SyariatNya. Dalam sebuah konstitusi yang menjadi wadah penerapan SyariatNya, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. Inilah sedikit gambaran bagaimana sebuah keteraturan dan kedamaian hidup serta kehidupan di bawah aturan yang hakiki, yang tidak hanya melahirkan pemimpin yang amanah dan soleh, tetapi juga menjadikan para pejabat, dan rakyatnya senantiasa terikat dengan hukum-hukumNya. Sehingga antara Sang Pemimpin dengan Sang Rakyat, ataupun keseluruhan elemen dalam kehidupan itu merasakan anugerah yang Luar biasa dalam hidup mereka. Karena hidup mereka yang senantiasa dalam ibadah kepada Sang Pencipta mereka. Dan ketertundukan mereka atas segala kelemahan, keterbatasan dan ketergantungannya, bahwa hanya Sang Penciptalah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk CiptaanNya.
***
Ada pula sebuah negeri di mana dipimpin oleh seorang pemimpin yang begitu diktator serta otoriter. Di sana rakyatnya diperlakukan layaknya seperti binatang peliharaan, atau seperti budak sang tuannya. Setiap hari rakyatnya diperintahkan untuk bekerja, kemudian uangnya dikuras untuk kepentingan sang Tuannya. Harapan untuk mendapatkan perlindungan, pengayoman, dan kasih sayang dari Tuannya beserta para pejabat hanyalah sebuah mimpi belaka, bak ibarat punduk merindukan bulan. Ada sebuah jurang yang begitu luas, yang memisahkan antara rakyat tersebut dengan sang tuannya. Kadang kala, Rakyatnya diberikan janji manis, namun tiada kunjung ditepati. Hingga, yang harus diterima oleh rakyat tersebut adalah subsidi demi subsidi yang harusnya menjadi hak mereka harus dipangkas, dan akhirnya tiada subsidi sama sekali.
Di negeri tersebut pula kepentingan demi kepentingan bukan berdasarkan pemenuhan kebutuhan rakyatnya, melainkan untuk memenuhi kebutuhan tuannya atau pihak-pihak yang memiliki “fulus” lebihlah. Menyedihkan. Hingga tak sedikit ditemui banyak rakyatnya yang setiap harinya harus memakan makanan yang tak layak untuk dimakan -aking food-. Atau bahkan, ada yang harus tinggal di bawah jembatan. Bahkan, tingkat kegilaan di negeri tersebut semakin meningkat. Di tengah berita-berita yang tersiar, bahwa kemiskinan di negeri tersebut kian menurun –karena banyak rakyatnya yang meninggal akibat tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya-.
Tidak hanya itu, remaja-remajanya bahkan tiada terkonsentrasi untuk memikirkan bagaimana negeri itu ke depannya? Karena hari-hari mereka hanya dipenuhi dengan hiburan-hiburan, pergaulan yang kian bebas –aborsi, narkoba, dll-, dan kegiatan-kegiatan lain yang bisa terbilang tak penting sama sekali.
Semua kerusakan tersebut dikarenakan aturan yang mengatur hidup dan kehidupan mereka adalah buah hasil tangan manusia-manusia yang sejatinya tiada kan pernah ada titik puasnya. Kehausan mereka akan gemerlap dunia, telah membuat mereka melupakan akan tujuan dan hakikat mereka sebagai khalifah di muka bumi ini. Hingga, semua kerusakan itu menjadi sebuah kebiasaan umum di tengah-tengah hidup mereka yang telah membutakan mata hati maupun telah merusak kesehatan berpikir akal mereka akan ketertunjukkan pada sebuah kebenaran hukum yang hakiki.
Rakyat pun tak elaknya menjadi korban dari kerakusan sang tuannya. Kendatipun di awalnya janji-janji manis senantiasa terlontar di bibir mereka. Namun, janji tinggallah janji, yang harus rakyat hadapi adalah kedzoliman demi kedzoliman sang tuannya. Segala hal yang merupakan hak rakyatpun “diberikan” pada pihak-pihak yang menjadi rekan sang tuan. Sedangkan, rakyatnya harus membeli dengan harga yang tinggi atas haknya tersebut. Luar Biasa deh Kegilaannya!!!
***
Ketahuilah, dua cerita di atas bukanlah dongeng. Tapi, ianya nyata. Kendatipun, cerita tentang sebuah negeri nan luar biasanya mengayomi rakyatnya itu tak pernah terdengar di telinga kita, ataupun tiada pernah kita dapati di buku sejarah kita. Namun, ianya ada di perjalanan para khalifah yang dahulunya memimpin dan mengayomi 2/3 dunia. Namun, waktu berkeinginan lain, dan sang pemilik waktu pun juga membuat sebuah skenario yang berbeda. Ianya kini tergantikan. Namun, dalam waktu dekat, insya allah, dengan ijinNya, negeri ini kan kembali mengambil alih peradaban dunia kembali dengan Kemuliaannya. Subhanallah.
Sedangkan, cerita tentang seorang penguasa yang diktator itu, tentunya sedang berada di tengah-tengah kita. Tidakkah kalian merasakannya?
***
Sebuah tatanan sistem yang berasal dari sebuah keyakinan yang mendasar terkait manusia, kehidupan dan alam semesta yang memancarkan aturan-aturan yang mengatur segala aspek dalam kehidupannya, sehingga membutuhkan sebuah usaha untuk menyebarkan dan menerapkannya, itulah ideologi. Dan seperti yang kita ketahui, hanya ada 3 buah ideologi di dunia ini, yaitu sosialis, kapitalis dan Islam. Di mana masing-masing kita tentunya mengetahui, apa perbedaan dari ketiganya? Dan tentunya kita pun mengetahui kebobrokan apa yang ada di balik ideologi sosialis maupun kapitalis? Hingga, hanya ada satu ideologi yang memang sangat dinanti-nantikan, karena 3 hal yang mendasari kebenaran dan keshohihan ideologi ini, yaitu ideologi Islam yang memang memuaskan akal, menentramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia yang memiliki 3 potensi serta memiliki keterbatasan, kelemahan dan ketergantungan.
***
Tiada berkutat terlalu banyak pada tatanan sistem sosialis, karena keadidayaannya telah sirna dan tiada sedikit pun kemaslahatan didapat darinya. Dan ianya bukanlah sebuah proses pengimanan dan ketaatan seorang makhluk ciptaan pada Sang Penciptanya. Dan justru keberadaannya tiada jauh berbeda dengan sistem kapitalis, yang sejatinya menyengsarakan dan mematikan banyak jiwa-jiwa yang tak bersalah. Padahal, Rasulullah mengatakan, darah seorang muslim itu haram tuk ditumpahkan begitu saja, terkecuali dianya memang disanksikan untuk dihukum mati. Namun, lihatlah, bagaimana saat ini, begitu banyak nyawa yang tak bersalah hilang begitu saja. Memilukan.
Kapitalisme atau biasa disebut sistem kapitalis, adalah sebuah sistem yang memprioritaskan segala sesuatunya pada kepentingan yang bermodal –namanya aja juga kapital/modal-. Sehingga, tolak ukurnya adalah, bermanfaat dan memberikan keuntungan apa tidak? Sekalipun hal tersebut haram, namun menguntungkan, tiadalah mengapa bagi sistem ini. Begitupun sebaliknya, sekalipun hal itu wajib/halal, namun merugikan, maka tak mengapa hal tersebut ditinggalkan. Uang/materilah yang menjadi prioritas utama sistem ini. Sehingga, segala sesuatu yang tak menghasilkan uang, maka bersiaplah tuk dihinakan dan tergerus oleh putaran waktu.
Di dalam sistem ini pula tidak diperbolehkan adanya campur tangan dari negara, karena segala sesuatunya adalah milik individu/swasta, hingga pada akhirnya tak sedikit bermuara kepada asing. Sehingga, dalam prosedur rantai kehidupannya, siapa yang mampu bertahan dan memiliki bekal yang lebih, maka ialah yang dapat memutar dunia sesuai kehendaknya (wuih, sombong betul). Maka, didapatilah aturan-aturan hidup yang pada akhirnya adalah buah hasil tangan manusia-manusia yang “bermodal” tersebut, dengan kepentingan-kepentingan “perut” mereka, bukan kepentingan totalitas makhluk di muka bumi ini.
Walhasil, sangat jarang ditemui orang-orang yang memiliki jiwa sosial, terkecuali ada kepentingan di sana, seperti peliputan, pencitraan baik ataupun agar terpilih menjadi sosok pemimpin selanjutnya. Bukan dikarenakan sebuah amanah ataupun kesadaran atas sebuah keyakinan yang hakiki untuk berbagi kepada saudaranya yang lain.
***
Kembali kepada yang namanya kapitalis, di mana sesuatu yang haram dapat menjadi halal, dan sesuatu yang wajib bahkan menjadi tak mengapa untuk ditinggalkan. Lihat saja, bagaimana karena tuntutan perut untuk mencari uang, orang rela untuk melalaikan kewajiban shalatnya. Bahkan, di sebuah pelosok atau pedalaman, tak sedikit masyarakatnya yang rela menukar kemuslimannya dengan sekotak mie instan. Kemudian, karena tuntutan dunia bisnis, yang mengharuskan seorang wanita terlihat menawan dan eksotis, ia rela menanggalkan jilbab dan kerudungnya, menggantinya dengan pakaian yang justru menaikkan gharizah na’u (salah satu naluri) dari lawan jenisnya. Hingga, tidak sedikit ditemukan terjadi yang namanya pemerkosaan.
Inilah, saat keyakinan diletakkan saat ia melaksanakan ritualnya saja. Memisahkan saat ia beraktivitas di dunia luar. Seolah-olah bagi seorang muslim, ruh ibadahnya hanya ada di atas sajadah saja. Ia tinggalkan ruh tersebut saat ia melangkahkan kaki ke dunia aktivitasnya. Memisahkan keyakinan dari akal (pemikiran) dan hati (perasaan) nya. Bahkan, yang lebih memilukan, memisahkan keyakinan itu dari aturan hidup yang mengaturnya.
Maka didapatilah, seorang muslim yang getol dengan dunia korupsinya dan pencucian uang yang sejatinya itu adalah milik/hak orang lain. Atau mungkin seorang pemimpin muslim, namun mendzolimi rakyatnya. Kemudian, yang lebih parahnya, seorang muslim yang justru menganut pemikiran-pemikiran dari orang-orang kafir, menjadikan hukum-hukum Allah seolah-olah tidak relevan lagi saat ini, sehingga perlu dimodifikasi ataupun disesuaikan dengan zaman yang ada. Naudzubillah.
Kapitalis-sekuleris telah melahirkan hukum-hukum tandingan yang sejatinya hanya Allahlah yang berhak untuk membuat hukum-hukum tuk CiptaanNya. Karena hanya Dia yang Maha Mengetahui apa-apa yang dibutuhkan makhlukNya. Secara, manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas dan bergantung pada sesuatu.
Maka, apabila diibaratkan barang, masa aturan pakai setrika digunakan untuk aturan apakai kompor gas? Tidak nyambung kali ya? Apalagi, ini yang mau diatur adalah manusia, yang sejatinya luar biasa kompleksnya. Sehebat-hebat manusia, tidak mungkin ada kali ya yang mampu membuat makhluk sesempurna manusia juga? Maka, janganlah menyombongkan diri dengan mengatakan, “Ku mampu mengatur hidupku sendiri!”
Bayangin saja, bagaimana seandainya Allah tidak memberikan kamu ada di muka bumi ini? Atau mungkin Allah cabut segala nikmat yang ada padamu, baik berupa nikmat nafas, detak jantung, atau segala sesuatu yang kamu punya. Masihkah kamu berani berkata demikian?
Manusia memang memiliki naluri untuk eksis ataupun dilihat hebat oleh yang lain. Namun, jangan sampai semua hal itu justru melanggar koridor syara’ dan bahkan mendatangkan kemurkaanNya di muka bumi ini, baik dengan bencana ataupun berbagai macam cobaan untuk bumi ini. Telah tampak kan segala kerusakan di muka bumi ini? Semua tidak lain karena ulah tangan manusia, kata Allah.
***
Beranjak pada pembahasan selanjutnya, di mana saat sebuah aturan itu memisahkan ruh keyakinannya dengan kehidupan, maka yang didapati apa? Hasilnya adalah sebuah KEBEBASAN yang sejatinya kebablasan. Lihat saja, bagaimana saat ini seorang muslim tiada lagi dikenali akan identitasnya. Baik dari segi pakaiannya, rambutnya, gaya hidupnya, dll deh pokoknya. Semua bukan menghantarkan umat manusia sekarang ini kepada yang namanya kemuliaan ataupun kehebatan dunia. Melainkan, justru menghantarkan kepada yang namanya sebuah kehinaan.
Aborsi diusahakan untuk dilegalkan, poligami diharamkan, pacaran diperbolehkan, miras dilegalkan, makanan-makanan tidak benar-benar terjamin terhindar dari keharaman yang namanya lemak babi dan sejenisnya, kedudukan wanita diusahakan untuk setara bahkan melebihi laki-laki, remaja yang hampir 50% telah kehilangan virginitasnya, dan masih banyak hal akibat yang namanya sebuah kebebasan.
Sebuah gambaran yang mungkin bisa menjadi pelajaran untuk kita semua. Ada apa tidak, harga tubuh seorang wanita yang dapat diukur dengan uang? Padahal Allah menciptakan dengan sangat luar biasa sempurnanya, menutupinya agar tidak terlihat aibnya, walaupun sejatinya ia tercipta dari cairan yang mungkin saja oleh sebagian orang itu begitu menjijikan. Namun, Allah jadikan semua kejijikan itu seakan tiada terlihat oleh indra manusia, dengan aturan Pakaian yang telah Allah perintahkan kepada yang namanya wanita, yaitu dengan kerudung dan jilbab.
Mungkin ada yang berkata, “ini kan tubuh gue, ngapain sih loe ngurusin gue?”. Alah, coba kalau dikatakan balik, “tubuh loe tu kalau Allah ga berkenan menciptakan, apa itu bener-bener punya loe?”. Harusnya, kita sadar diri, ma yang punya. Diibaratkan, kita dititipi oleh seseorang yang hendak pergi karena ada sebuah tugas ke luar kota, sebuah rumah untuk kita jaga dan pelihara hingga nanti sang pemiliknya datang kembali. Lantas, apakah dengan seenaknya saja, kita pergunakan itu rumah, sesuka kita? Padahal apabila ada kerusakan, kehilangan, dll, tentunya kita yang nantinya akan mengganti rugi.
Sama halnya dengan diri kita. Ketika Allah menitipkan semua yang Allah ciptakan pada diri kita –inget itu titipan, bukan milik kita sepenuhnya!-, lantas, pantaskah dengan serta merta kita mengatakan, Allah ga berhak ngatur kita? Hidayah ga nyampe pada kita? Padahal, sejatinya hidayah itu dicari bukan ditunggu. Kemudian berkata, hukum Allah itu udah ga relevan lagi, dll.
Sangat lucu sekali, Allah yang sejatinya Maha Sempurna, memiliki kekurangan dalam mengatur ciptaanNya. Dan hebatnya, manusia mengaku mampu tanpa Tuhan? Bayangkan saja, dalam tidur kita, mampu ga kita memerintahkan jantung kita untuk berhenti berdetak? Mampu ga kita memerintahkan nafas kita berhenti sejenak untuk bernafas? Maha Besar Allah yang telah menciptakan segala keteraturan atas hidup dan kehidupan kita. Subhanallah.
***
Maka, jelas sekali segala hal atas kebobrokan sistem kapitalis-sekuleris and liberalis, yang sejatinya hanya menjauhkan manusia dari hakikat yang sesungguhnya. Melepaskan manusia dari fitrah yang sejatinya. Dan sangat-sangat tidak memuaskan akal serta tidak menentramkan jiwa kita dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.
Mungkin sangat banyak gagasan-gagasan praktis yang dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan saat ini. Misalkan dengan perbaikan sebagian-sebagian. Atau mungkin dengan penyuluhan-penyuluhan, bakti sosial dll. Namun, secara akar masalah yang harus kita perhatikan adalah, apa sebenarnya solusi fundamental yang harusnya kita berikan?
Diibaratkan pohon, apabila akarnya telah rapuh, bahkan rusak, maka hal yang harus dilakukan adalah, bukan memotong batangnya, ataupun membersihkan daunnya. Melainkan mencari bibit baru yang lebih baik dan lebih bersih untuk ditanam kembali, menggantikan tanaman yang telah rapuh sebelumnya. Begitu pun apabila diibaratkan dengan kapal yang telah karam, tidak dapat dikendarai lagi, hingga menunggu waktu tenggelamnya saja. Lantas, apakah yang akan kita ganti hanya nahkodanya, ataukah penumpangnya saja? Tentunya yang harus diganti adalah kapalnya. Sehingga, pada akhirnya kapal tersebut dapat mengarungi samudera lautan yang ada, kendatipun berhadapan dengan ombak yang begitu besar sekalipun.
Begitu juga dengan keadaan manusia, alam semesta dan kehidupan saat ini. Yang harus kita lihat adalah sistem yang mengatur kita apakah telah sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah? Apakah telah seperti yang diperintahkan Allah? Ataukah justru membuat kita jauh dari yang diperintahkan Allah dan RasulNya?
Hingga kapankah kita turut menjadi bagian dari penyakit masyarakat, tanpa berusaha untuk turut menjadi dokter yang mengobatinya? Menjadi penonton tanpa turut menjadi pemainnya? Padahal, yang namanya sebuah kewajiban, ianya tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Ketika Allah memerintahkan kita masuk ke dalam islam secara kaffah (menyeluruh), melaksanakan syariat islam secara menyeluruh (bukan sebagian-sebagian/atau meniadakan sama sekali), dan bahkan Allah mengatakan, hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin? Dan sekiranya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa kepada Allah (Syariat Islam), maka Luar Biasa Anugerah yang Allah berikan kepada kita.
Sungguh, janjiNya itu pasti. Dikehendaki ataukah tidak. Diusahakan ataukah dihalang-halangi. Dia pasti punya cara untuk menepati janjiNya. Dan yakinlah, bahwasanya pertolonganNya itu ada bersamaan perjuangan dan usaha kita. Di sini Allah bukan ingin melihat kesombongan kita, melainkan Allah ingin melihat kesungguh-sungguhan kita dalam mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Islam yang dahulu pernah ada. Sebagai sebuah konsekuensi keimanan kita atas syahadat yang kita ucapkan. Dan sebagai seorang khalifah di muka bumi, yang inginkan kesejahteraan serta rahmatNya untuk negeri ini, untuk bumi ini serta untuk seluruh alam semesta dan kehidupan ini.
Kendatipun orang-orang kafir tak menginginkannya. Kendatipun orang-orang kafir berusaha menghalang-halanginya. Namun, yakinlah, sebaik-baik makar/rencana adalah makarnya Allah.
Cukuplah sudah penderitaan demi penderitaan yang dirasa umat. Umat sudah cukup cerdas atas semua kebohongan yang ada. Dan umat sudah sangat lelah dengan semua kehinaan yang dirasa.
Maka, bangkitlah umat!!! Mari kita perjuangkan bersama-sama janjiNya. Ini bukan mimpi. Tapi, ini adalah pilihan dalam hidup kita. Menginginkan SurgaNya dengan konsekuensi yang ada. Ataukah menginginkan nerakaNya, dengan gemerlap dunia yang semu?
Semua pilihan ada di genggaman tangan kita. Kita memiliki waktu, peluang dan kesempatan yang sama. Maka, jangan siakan semua itu dengan alasan-alasan duniawi kita. Jelaslah sudah, untuk apa kita hidup? Maka, dalam setiap aktivitas kita, jangan pernah lepaskan idrok silabillah kita denganNya. Karena segala usaha tanpa do’a ataupun do’a tanpa usaha, adalah suatu hal yang setengah-setengah dalam mencapai sebuah keutuhan yang dikehendaki. Tentunya, keutuhan dalam Bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Amin Allahuma Amin.
***
Dalam kegelisahan dunia materialitas, di mana akal tidak dapat berkonsentrasi pada semua teori-teori kapitalis dalam bingkai aktivitas kapitalis, yang sejatinya lambat laun pun kan menjadikan kita sebagai korbannya, apabila kita tidak bergerak dan menghancurkannya!
_Mecha Al-Fakhirah_

“Don’t Call Me, Izah!!!”

Sempat ane kaget dengan panggilan ini. I don’t know. What they means? I think, b’coz ane mengikrarkan diri dengan nama fathimah az Zahra. But, ga seperti ini juga kali ya panggilannya???
Ane coba tuk mencari tau, di tengah ketidak mengertian ane. Telisik demi telisik, pada tau ga napa ane jadi dipanggil “izah”? katanya ni, karena itu adalah do’a. what’s up? Do’a apa lagi ni? Rasanya kepala ane ga tujuh tanda tanya lagi, melainkan seratus tanda tanya.
Tak elaknya panggilan ini justru bukannya semakin membuat ane semangat dan merasa nyaman dengannya, melainkan risih dan ga enak banget githu loh!!!
Benar aja, makna dari panggilan ini adalah izahnya “Ustadzah”. Alo??? Mimpi apa seh ane, bisa-bisanya panggilan kaya gini buat orang error macam ane? Do’a apa maksud nyindir ane ya???
Jujur, ane bukannya bangga bila maksud tersebut benar adanya. Bukannya ga menghargai panggilan tersebut. Namun, yang namanya ustadzah itu ga semudah lisan dalam menyebutkannya.
Dan dua kali jujur, tak pernah sedikit pun ada keinginan dalam diri ane tuk dinilai sok alim ataupun sok sempurna. Karena sejatinya ane tetaplah manusia biasa –bukan malaikat, apalagi malaikat bersayap-, yang jauh dari sebuah kata sempurna.
Tiada terasa air matalah yang bergulir menemani ketidak mengertian ane saat ini. Tega nian status seorang ‘alim seperti itu justru diplesetkan dan dikatakan do’a buat ane?
Ane ga pernah bayangin dan ga pernah terpikir sedikit pun tuk menjadi seperti panggilan itu. Karena bagi ane, Allah udah cerahkan hidup ane seperti saat ini, itu udah jauh dari sebuah “kado terindah” dalam hidup ane.
Ane bener-bener ingin apa adanya. I hope, nothing to be “lebay” deh! Kalaupun sejatinya benar-benar ingin mendo’akan, cukuplah kalian do’akan ane dalam shalat kalian dan panggil ane dengan nama yang layak serta berarti. Bukan nama yang seolah-olah dipaksain gitu.
Mimpi besar ane dan setiap orang tentunya tuk menjadi orang ‘alim yang dapat mencerahkan banyak orang –hati dan pikiran-, melalui perantara tangan-tangan kita. Namun, satu pesan ane, bukan sebuah eksistensi yang tentunya pula ingin kita capai. Melainkan, semua tulus semata-mata karena Allah pun tulus dalam menciptakan kita ke muka bumi ini.
I hope, I can be the best. Not be asa. Di tengah keterbatasan dan keterasingan!!! Amin!!!

“Mecha Al-Fakhirah”

Senin, 11 April 2011

Bertahan dalam Sendiri

Awal mula tumbuhnya sebuah kesadaran, keyakinan yang mendalam dan sebuah harapan pada masa depan yang menjadi mimpi. Bertemankan deburan dan terjangan ombak, serta lecutan cambuk yang senantiasa melukai hati dan motivasi diri tuk beranjak dari apa yang ada, kembali pada dimensi waktu yang sempat mengacaukan diri, dan menjadikan diri tiada ada artinya.
***
Akhir-akhir ini ku temui banyak sekali pembelajaran yang mungkin dahulu tiada pernah ku temui. Entah itu permasalahan hati, pikiran, uang, dll. Namun, rasanya dalam menghadapinya pun ku merasakan keperbedaan dibandingkan masa dahulu, saat ku tiada memiliki yang namanya pandangan hidup. Saat ini, ku tiada sedikit pun risau, saat ku harus menghadapinya sendiri, sekalipun seluruhnya meninggalkanku.
Pada awalnya ku merasakan tiada menyanggupi dengan semua yang ku hadapi ini, terlebih saat itu harus dihadapkan pada banyak pilihan. Kuliah, kerja, magang, organisasi, dan membantu orang tua. Namun, lagi-lagi, karena keyakinan yang mendalam yang melahirkan sebuah kepercaya dirian dan kekuatan yang sebelumnya tiada pernah ku rasakan ataupun ku miliki, kendatipun kondisi fisiklah yang pada akhirnya menjadi taruhannya, hingga akhirnya ku mampu bertahan bertemankan Dia dalam curahan do’a dan butiran air mata di setiap akhir sholatku.
Sejujurnya, ketika dihadapkan pada sebuah permasalahan hati, yang sejatinya menjadi naluri bagi setiap manusia, tentunya masih mampu tuk ku hadapi dan lewati, kendatipun dua permataku berkata lain atas keputusanku. Namun, ketika berbicara pada permasalahan pilihan utama hidup, saat ku tiada mengiyakan pilihan terikat pada sebuah instansi kerja, justru ku dipandang tiada berguna. Bahkan, saat ku benar-benar tiada dapat membantu di satu waktu, justru keuanganku di sabotase, hingga pada akhirnya konsentrasiku pun terbagi-bagi tuk mengganti pendapatan sehari-hariku.
***
Inilah aku, yang sejatinya bisa dikatakan keras dalam memegang sebuah pendirian, walaupun kadang rapuh juga, saat itu menyentuh perasaanku –melihat saudara satu akidahku masih hidup di bawah garis kemiskinan, dalam lingkup tatanan aturan yang tidak adil serta bertentangan dengan fitrah manusia, dan pengkhianatan pada hukum-hukumNya, rasanya air mata tiada tertahan lagi-. Saat keyakinanku yang mendalam mengatakan tuk tidak tunduk pada sebuah cengkeraman aturan ataupun kebiasaan yang bertentangan dengan keyakinanku, maka ku benar-benar tiada kan pernah menjadikannya sebagai salah satu mimpi dalam proposal hidupku. Sekalipun, berbagai paksaan datang dari arah mana saja.
***
Tawaran demi tawaran datang kian tiada terkiranya. Beasiswa usaha, bekerja di sebuah perbankan, bekerja di sebuah perusahaan eksport, namun, semua seakan berlalu begitu saja. Menulis, mengajar, berbicara, itulah hobiku. Ditambah keinginan terbesar untuk menjadi seorang pengusaha sukses. Namun, semua itu seakan hanya dipandang sebelah mata. menyedihkan.
Pendapatan sehari-hariku pun menjadi korban atas pilihan yang ku tetapkan. Tantangan bahwa ku benar-benar harus dapat membuktikan perubahan itu melalui tanganku, kini seakan-akan dilemparkan begitu saja ke depanku. Di tengah begitu besarnya amanah kelulusan yang sejatinya membutuhkan banyak biaya. Namun, sekali lagi ku coba tuk berpikir positif atas semua yang ku hadapi.
***
Vonis kesehatan yang kian menurun seakan membuat separuh kekuatan hilang begitu saja. Kepercayaan diri yang telah begitu kokoh dibangun, seakan-akan turut roboh, bersamaan ketidak percayaan dengan apa yang dihadapi. Namun, ku percaya, Allah bersama hambaNya yang senantiasa gigih dalam titian jalanNya.
Ku coba tuk mengabaikan semua energi negatif yang ada di tengah-tengah hidup dan kehidupanku. Ku mencoba menggenggam kembali apa yang hampir-hampir terlepas. Tuk ku tata kembali, dan ku wujudkan dengan energi yang tersisa. Ku tetap bertahan dan kan senantiasa bertahan. Satu prinsip yang senantiasa ku tanamkan dalam diriku. “kendatipun, bukan aku yang nantinya merasakan hasilnya, namun, ku kan memperjuangkannya dan senantiasa menyebarkan energi positif yang ku punya ke tengah-tengah umat yang saat ini mungkin berada dalam kemunduran, penderitaan dan kerapuhan yang mendalam. Ku ingin mereka bangkit dari semua keterpurukan yang ada”.
***
Hingga, ku tatap sekelilingku. Perlahan, penuh dengan begitu banyak gemerlap. Namun, di satu sisi, umat mulai sadar dan cerdas. Kebangkitan itu bukanlah menjadi mimpiku saja, namun telah menjadi mimpi seluruh umat.
Rasanya, saat nanti ku tutup mataku, ingin ku tinggalkan semua dengan penuh kedamaian. Ingin ku buktikan pada semuanya, sebelum ku pergi, ku mampu menjadi yang terbaik dengan tetap berpegang pada prinsipku. Bukan pada prinsip yang mengambil “jalan tengah” ataupun mengambil dari sesuatu yang bertentangan dengan “keyakinan”.
Karena, apalah guna hidup dalam sebuah kehebatan, namun pada akhirnya nanti, toh Dia “Allah”, tiada sedikit pun menoleh peduli pada kita, karena pengkhianatan maupun pengabaian kita padaNya beserta hukum-hukumNya selama di dunia.
Ingatlah, bahwa setiap awal, pasti kan ada akhirnya. Dan setiap perbuatan, pasti kan ada pertanggungjawabannya. Dan ketahuilah, pertemuan denganNya, itu adalah sesuatu yang pasti. Maka, jangan berharap Dia mau memandang kita, kalau kita sendiri lupa kepadaNya selama di dunia ini.
Kembalilah kepada Islam yang kaffah. Karena rahmat itu akan ada tuk seluruh alam, saat islam diterapkan secara kaffah di bumiNya ini. Dan bagaimana hukumNya dapat diterapkan secara kaffah? Tiada lain dengan tegaknya sebuah konstitusi yang melegalkan hukum-hukumNya secara totalitas, yaitu dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Dan rasakanlah bagaimana saat hidup di luar dari hukumNya? Ketidak adilan, ketidak tenangan, ketidak damaian, dan kecurangan yang senantiasa mengitari hidup kita. Maka, sebagai sebuah totalitas keimanan, perjuangkanlah, kendatipum ianya menggerogoti seluruh energi maupun apa yang kau punya. Karena, segala perjuangan ini tentunya tiada kan pernah sia-sia di hadapanNya. Dan sebagai ciptaan, tentulah ini menjadi tugas utama kita kepada sang Pencipta.

_Mecha Al-Fakhirah_

Minggu, 10 April 2011

KAPITALIS-SEKULERIS AND LIBERALIS PENGHANCURAN KEMULIAAN UMAT!!!

Sebelum mengurai satu persatu kata daripada pengertian di atas, ada baiknya kita awali dengan sebuah cerita yang mana mungkin saja dapat menjadi renungan dan inspirasi bagi hidup kita. Namun, sebelumnya, cobalah kita mengenali istilah-istilah di atas. Di mana, kendatipun kata demi kata di atas tergolong konteks kata yang dapat dibilang berat bagi orang-orang awam, namun ada baiknya kita mengenalkannya dari sekarang. Mengenalkan betapa pengertian dari kata-kata tersebut ternyata hanya ibarat “Pemanis Buatan” yang sejatinya tiada sedikit pun menguntungkan, apalagi memberikan kemaslahatan untuk kita dan umat di dunia ini.
***
Konon, di sebuah negeri nan jauh di sana hiduplah seorang pemimpin yang begitu luar biasa amanahnya. Dia sangat disayang oleh rakyatnya, bukan karena kemewahannya sebagai pemimpin. Melainkan, kesederhanaannya dan kesolehannya. Hingga tatkala Dia dapati masih ada rakyatnya yang hari ini tidak makan, maka Ia pun sesegeranya mengirimkan kebutuhan pokok untuk rakyatnya tersebut. Saat anak buahnya ingin turut membantu, Ia pun berkata: “Apakah kau akan bertanggung jawab, apabila nanti Allah meminta pertanggungjawabanku atas tugas-tugas yang Allah amanahkan atasku?”. Seketika itu pun sang anak buah menitikkan air mata kebanggaannya pada sang pemimpin.
Hingga dalam kurun waktu 2 tahun, Ia mampu menyejahterakan rakyatnya. Tiada lagi Ia temui yang namanya Kemiskinan, saat dirinya menawarkan uang untuk menikah gratis bagi rakyatnya, tiada seorang pun yang mau menerimanya, kemudian digratiskannya pendidikan dan biaya untuk berobat. Luar biasa sekali. Bukan hanya karena sosok kepemimpinan beliau, melainkan juga karena keamanahan dan ketertundukkan beliau beserta rakyatnya kepada sebuah aturan hidup yang mengatur mereka.
Aturan hidup yang sejatinya tiada dapat tergantikan oleh yang lain, yaitu SyariatNya. Dalam sebuah konstitusi yang menjadi wadah penerapan SyariatNya, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. Inilah sedikit gambaran bagaimana sebuah keteraturan dan kedamaian hidup serta kehidupan di bawah aturan yang hakiki, yang tidak hanya melahirkan pemimpin yang amanah dan soleh, tetapi juga menjadikan para pejabat, dan rakyatnya senantiasa terikat dengan hukum-hukumNya. Sehingga antara Sang Pemimpin dengan Sang Rakyat, ataupun keseluruhan elemen dalam kehidupan itu merasakan anugerah yang Luar biasa dalam hidup mereka. Karena hidup mereka yang senantiasa dalam ibadah kepada Sang Pencipta mereka. Dan ketertundukan mereka atas segala kelemahan, keterbatasan dan ketergantungannya, bahwa hanya Sang Penciptalah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk CiptaanNya.
***
Ada pula sebuah negeri di mana dipimpin oleh seorang pemimpin yang begitu diktator serta otoriter. Di sana rakyatnya diperlakukan layaknya seperti binatang peliharaan, atau seperti budak sang tuannya. Setiap hari rakyatnya diperintahkan untuk bekerja, kemudian uangnya dikuras untuk kepentingan sang Tuannya. Harapan untuk mendapatkan perlindungan, pengayoman, dan kasih sayang dari Tuannya beserta para pejabat hanyalah sebuah mimpi belaka, bak ibarat punduk merindukan bulan. Ada sebuah jurang yang begitu luas, yang memisahkan antara rakyat tersebut dengan sang tuannya. Kadang kala, Rakyatnya diberikan janji manis, namun tiada kunjung ditepati. Hingga, yang harus diterima oleh rakyat tersebut adalah subsidi demi subsidi yang harusnya menjadi hak mereka harus dipangkas, dan akhirnya tiada subsidi sama sekali.
Di negeri tersebut pula kepentingan demi kepentingan bukan berdasarkan pemenuhan kebutuhan rakyatnya, melainkan untuk memenuhi kebutuhan tuannya atau pihak-pihak yang memiliki “fulus” lebihlah. Menyedihkan. Hingga tak sedikit ditemui banyak rakyatnya yang setiap harinya harus memakan makanan yang tak layak untuk dimakan -aking food-. Atau bahkan, ada yang harus tinggal di bawah jembatan. Bahkan, tingkat kegilaan di negeri tersebut semakin meningkat. Di tengah berita-berita yang tersiar, bahwa kemiskinan di negeri tersebut kian menurun –karena banyak rakyatnya yang meninggal akibat tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya-.
Tidak hanya itu, remaja-remajanya bahkan tiada terkonsentrasi untuk memikirkan bagaimana negeri itu ke depannya? Karena hari-hari mereka hanya dipenuhi dengan hiburan-hiburan, pergaulan yang kian bebas –aborsi, narkoba, dll-, dan kegiatan-kegiatan lain yang bisa terbilang tak penting sama sekali.
Semua kerusakan tersebut dikarenakan aturan yang mengatur hidup dan kehidupan mereka adalah buah hasil tangan manusia-manusia yang sejatinya tiada kan pernah ada titik puasnya. Kehausan mereka akan gemerlap dunia, telah membuat mereka melupakan akan tujuan dan hakikat mereka sebagai khalifah di muka bumi ini. Hingga, semua kerusakan itu menjadi sebuah kebiasaan umum di tengah-tengah hidup mereka yang telah membutakan mata hati maupun telah merusak kesehatan berpikir akal mereka akan ketertunjukkan pada sebuah kebenaran hukum yang hakiki.
Rakyat pun tak elaknya menjadi korban dari kerakusan sang tuannya. Kendatipun di awalnya janji-janji manis senantiasa terlontar di bibir mereka. Namun, janji tinggallah janji, yang harus rakyat hadapi adalah kedzoliman demi kedzoliman sang tuannya. Segala hal yang merupakan hak rakyatpun “diberikan” pada pihak-pihak yang menjadi rekan sang tuan. Sedangkan, rakyatnya harus membeli dengan harga yang tinggi atas haknya tersebut. Luar Biasa deh Kegilaannya!!!
***
Ketahuilah, dua cerita di atas bukanlah dongeng. Tapi, ianya nyata. Kendatipun, cerita tentang sebuah negeri nan luar biasanya mengayomi rakyatnya itu tak pernah terdengar di telinga kita, ataupun tiada pernah kita dapati di buku sejarah kita. Namun, ianya ada di perjalanan para khalifah yang dahulunya memimpin dan mengayomi 2/3 dunia. Namun, waktu berkeinginan lain, dan sang pemilik waktu pun juga membuat sebuah skenario yang berbeda. Ianya kini tergantikan. Namun, dalam waktu dekat, insya allah, dengan ijinNya, negeri ini kan kembali mengambil alih peradaban dunia kembali dengan Kemuliaannya. Subhanallah.
Sedangkan, cerita tentang seorang penguasa yang diktator itu, tentunya sedang berada di tengah-tengah kita. Tidakkah kalian merasakannya?
***
Sebuah tatanan sistem yang berasal dari sebuah keyakinan yang mendasar terkait manusia, kehidupan dan alam semesta yang memancarkan aturan-aturan yang mengatur segala aspek dalam kehidupannya, sehingga membutuhkan sebuah usaha untuk menyebarkan dan menerapkannya, itulah ideologi. Dan seperti yang kita ketahui, hanya ada 3 buah ideologi di dunia ini, yaitu sosialis, kapitalis dan Islam. Di mana masing-masing kita tentunya mengetahui, apa perbedaan dari ketiganya? Dan tentunya kita pun mengetahui kebobrokan apa yang ada di balik ideologi sosialis maupun kapitalis? Hingga, hanya ada satu ideologi yang memang sangat dinanti-nantikan, karena 3 hal yang mendasari kebenaran dan keshohihan ideologi ini, yaitu ideologi Islam yang memang memuaskan akal, menentramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia yang memiliki 3 potensi serta memiliki keterbatasan, kelemahan dan ketergantungan.
***
Tiada berkutat terlalu banyak pada tatanan sistem sosialis, karena keadidayaannya telah sirna dan tiada sedikit pun kemaslahatan didapat darinya. Dan ianya bukanlah sebuah proses pengimanan dan ketaatan seorang makhluk ciptaan pada Sang Penciptanya. Dan justru keberadaannya tiada jauh berbeda dengan sistem kapitalis, yang sejatinya menyengsarakan dan mematikan banyak jiwa-jiwa yang tak bersalah. Padahal, Rasulullah mengatakan, darah seorang muslim itu haram tuk ditumpahkan begitu saja, terkecuali dianya memang disanksikan untuk dihukum mati. Namun, lihatlah, bagaimana saat ini, begitu banyak nyawa yang tak bersalah hilang begitu saja. Memilukan.
Kapitalisme atau biasa disebut sistem kapitalis, adalah sebuah sistem yang memprioritaskan segala sesuatunya pada kepentingan yang bermodal –namanya aja juga kapital/modal-. Sehingga, tolak ukurnya adalah, bermanfaat dan memberikan keuntungan apa tidak? Sekalipun hal tersebut haram, namun menguntungkan, tiadalah mengapa bagi sistem ini. Begitupun sebaliknya, sekalipun hal itu wajib/halal, namun merugikan, maka tak mengapa hal tersebut ditinggalkan. Uang/materilah yang menjadi prioritas utama sistem ini. Sehingga, segala sesuatu yang tak menghasilkan uang, maka bersiaplah tuk dihinakan dan tergerus oleh putaran waktu.
Di dalam sistem ini pula tidak diperbolehkan adanya campur tangan dari negara, karena segala sesuatunya adalah milik individu/swasta, hingga pada akhirnya tak sedikit bermuara kepada asing. Sehingga, dalam prosedur rantai kehidupannya, siapa yang mampu bertahan dan memiliki bekal yang lebih, maka ialah yang dapat memutar dunia sesuai kehendaknya (wuih, sombong betul). Maka, didapatilah aturan-aturan hidup yang pada akhirnya adalah buah hasil tangan manusia-manusia yang “bermodal” tersebut, dengan kepentingan-kepentingan “perut” mereka, bukan kepentingan totalitas makhluk di muka bumi ini.
Walhasil, sangat jarang ditemui orang-orang yang memiliki jiwa sosial, terkecuali ada kepentingan di sana, seperti peliputan, pencitraan baik ataupun agar terpilih menjadi sosok pemimpin selanjutnya. Bukan dikarenakan sebuah amanah ataupun kesadaran atas sebuah keyakinan yang hakiki untuk berbagi kepada saudaranya yang lain.
***
Kembali kepada yang namanya kapitalis, di mana sesuatu yang haram dapat menjadi halal, dan sesuatu yang wajib bahkan menjadi tak mengapa untuk ditinggalkan. Lihat saja, bagaimana karena tuntutan perut untuk mencari uang, orang rela untuk melalaikan kewajiban shalatnya. Bahkan, di sebuah pelosok atau pedalaman, tak sedikit masyarakatnya yang rela menukar kemuslimannya dengan sekotak mie instan. Kemudian, karena tuntutan dunia bisnis, yang mengharuskan seorang wanita terlihat menawan dan eksotis, ia rela menanggalkan jilbab dan kerudungnya, menggantinya dengan pakaian yang justru menaikkan gharizah na’u (salah satu naluri) dari lawan jenisnya. Hingga, tidak sedikit ditemukan terjadi yang namanya pemerkosaan.
Inilah, saat keyakinan diletakkan saat ia melaksanakan ritualnya saja. Memisahkan saat ia beraktivitas di dunia luar. Seolah-olah bagi seorang muslim, ruh ibadahnya hanya ada di atas sajadah saja. Ia tinggalkan ruh tersebut saat ia melangkahkan kaki ke dunia aktivitasnya. Memisahkan keyakinan dari akal (pemikiran) dan hati (perasaan) nya. Bahkan, yang lebih memilukan, memisahkan keyakinan itu dari aturan hidup yang mengaturnya.
Maka didapatilah, seorang muslim yang getol dengan dunia korupsinya dan pencucian uang yang sejatinya itu adalah milik/hak orang lain. Atau mungkin seorang pemimpin muslim, namun mendzolimi rakyatnya. Kemudian, yang lebih parahnya, seorang muslim yang justru menganut pemikiran-pemikiran dari orang-orang kafir, menjadikan hukum-hukum Allah seolah-olah tidak relevan lagi saat ini, sehingga perlu dimodifikasi ataupun disesuaikan dengan zaman yang ada. Naudzubillah.
Kapitalis-sekuleris telah melahirkan hukum-hukum tandingan yang sejatinya hanya Allahlah yang berhak untuk membuat hukum-hukum tuk CiptaanNya. Karena hanya Dia yang Maha Mengetahui apa-apa yang dibutuhkan makhlukNya. Secara, manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas dan bergantung pada sesuatu.
Maka, apabila diibaratkan barang, masa aturan pakai setrika digunakan untuk aturan apakai kompor gas? Tidak nyambung kali ya? Apalagi, ini yang mau diatur adalah manusia, yang sejatinya luar biasa kompleksnya. Sehebat-hebat manusia, tidak mungkin ada kali ya yang mampu membuat makhluk sesempurna manusia juga? Maka, janganlah menyombongkan diri dengan mengatakan, “Ku mampu mengatur hidupku sendiri!”
Bayangin saja, bagaimana seandainya Allah tidak memberikan kamu ada di muka bumi ini? Atau mungkin Allah cabut segala nikmat yang ada padamu, baik berupa nikmat nafas, detak jantung, atau segala sesuatu yang kamu punya. Masihkah kamu berani berkata demikian?
Manusia memang memiliki naluri untuk eksis ataupun dilihat hebat oleh yang lain. Namun, jangan sampai semua hal itu justru melanggar koridor syara’ dan bahkan mendatangkan kemurkaanNya di muka bumi ini, baik dengan bencana ataupun berbagai macam cobaan untuk bumi ini. Telah tampak kan segala kerusakan di muka bumi ini? Semua tidak lain karena ulah tangan manusia, kata Allah.
***
Beranjak pada pembahasan selanjutnya, di mana saat sebuah aturan itu memisahkan ruh keyakinannya dengan kehidupan, maka yang didapati apa? Hasilnya adalah sebuah KEBEBASAN yang sejatinya kebablasan. Lihat saja, bagaimana saat ini seorang muslim tiada lagi dikenali akan identitasnya. Baik dari segi pakaiannya, rambutnya, gaya hidupnya, dll deh pokoknya. Semua bukan menghantarkan umat manusia sekarang ini kepada yang namanya kemuliaan ataupun kehebatan dunia. Melainkan, justru menghantarkan kepada yang namanya sebuah kehinaan.
Aborsi diusahakan untuk dilegalkan, poligami diharamkan, pacaran diperbolehkan, miras dilegalkan, makanan-makanan tidak benar-benar terjamin terhindar dari keharaman yang namanya lemak babi dan sejenisnya, kedudukan wanita diusahakan untuk setara bahkan melebihi laki-laki, remaja yang hampir 50% telah kehilangan virginitasnya, dan masih banyak hal akibat yang namanya sebuah kebebasan.
Sebuah gambaran yang mungkin bisa menjadi pelajaran untuk kita semua. Ada apa tidak, harga tubuh seorang wanita yang dapat diukur dengan uang? Padahal Allah menciptakan dengan sangat luar biasa sempurnanya, menutupinya agar tidak terlihat aibnya, walaupun sejatinya ia tercipta dari cairan yang mungkin saja oleh sebagian orang itu begitu menjijikan. Namun, Allah jadikan semua kejijikan itu seakan tiada terlihat oleh indra manusia, dengan aturan Pakaian yang telah Allah perintahkan kepada yang namanya wanita, yaitu dengan kerudung dan jilbab.
Mungkin ada yang berkata, “ini kan tubuh gue, ngapain sih loe ngurusin gue?”. Alah, coba kalau dikatakan balik, “tubuh loe tu kalau Allah ga berkenan menciptakan, apa itu bener-bener punya loe?”. Harusnya, kita sadar diri, ma yang punya. Diibaratkan, kita dititipi oleh seseorang yang hendak pergi karena ada sebuah tugas ke luar kota, sebuah rumah untuk kita jaga dan pelihara hingga nanti sang pemiliknya datang kembali. Lantas, apakah dengan seenaknya saja, kita pergunakan itu rumah, sesuka kita? Padahal apabila ada kerusakan, kehilangan, dll, tentunya kita yang nantinya akan mengganti rugi.
Sama halnya dengan diri kita. Ketika Allah menitipkan semua yang Allah ciptakan pada diri kita –inget itu titipan, bukan milik kita sepenuhnya!-, lantas, pantaskah dengan serta merta kita mengatakan, Allah ga berhak ngatur kita? Hidayah ga nyampe pada kita? Padahal, sejatinya hidayah itu dicari bukan ditunggu. Kemudian berkata, hukum Allah itu udah ga relevan lagi, dll.
Sangat lucu sekali, Allah yang sejatinya Maha Sempurna, memiliki kekurangan dalam mengatur ciptaanNya. Dan hebatnya, manusia mengaku mampu tanpa Tuhan? Bayangkan saja, dalam tidur kita, mampu ga kita memerintahkan jantung kita untuk berhenti berdetak? Mampu ga kita memerintahkan nafas kita berhenti sejenak untuk bernafas? Maha Besar Allah yang telah menciptakan segala keteraturan atas hidup dan kehidupan kita. Subhanallah.
***
Maka, jelas sekali segala hal atas kebobrokan sistem kapitalis-sekuleris and liberalis, yang sejatinya hanya menjauhkan manusia dari hakikat yang sesungguhnya. Melepaskan manusia dari fitrah yang sejatinya. Dan sangat-sangat tidak memuaskan akal serta tidak menentramkan jiwa kita dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.
Mungkin sangat banyak gagasan-gagasan praktis yang dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan saat ini. Misalkan dengan perbaikan sebagian-sebagian. Atau mungkin dengan penyuluhan-penyuluhan, bakti sosial dll. Namun, secara akar masalah yang harus kita perhatikan adalah, apa sebenarnya solusi fundamental yang harusnya kita berikan?
Diibaratkan pohon, apabila akarnya telah rapuh, bahkan rusak, maka hal yang harus dilakukan adalah, bukan memotong batangnya, ataupun membersihkan daunnya. Melainkan mencari bibit baru yang lebih baik dan lebih bersih untuk ditanam kembali, menggantikan tanaman yang telah rapuh sebelumnya. Begitu pun apabila diibaratkan dengan kapal yang telah karam, tidak dapat dikendarai lagi, hingga menunggu waktu tenggelamnya saja. Lantas, apakah yang akan kita ganti hanya nahkodanya, ataukah penumpangnya saja? Tentunya yang harus diganti adalah kapalnya. Sehingga, pada akhirnya kapal tersebut dapat mengarungi samudera lautan yang ada, kendatipun berhadapan dengan ombak yang begitu besar sekalipun.
Begitu juga dengan keadaan manusia, alam semesta dan kehidupan saat ini. Yang harus kita lihat adalah sistem yang mengatur kita apakah telah sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah? Apakah telah seperti yang diperintahkan Allah? Ataukah justru membuat kita jauh dari yang diperintahkan Allah dan RasulNya?
Hingga kapankah kita turut menjadi bagian dari penyakit masyarakat, tanpa berusaha untuk turut menjadi dokter yang mengobatinya? Menjadi penonton tanpa turut menjadi pemainnya? Padahal, yang namanya sebuah kewajiban, ianya tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Ketika Allah memerintahkan kita masuk ke dalam islam secara kaffah (menyeluruh), melaksanakan syariat islam secara menyeluruh (bukan sebagian-sebagian/atau meniadakan sama sekali), dan bahkan Allah mengatakan, hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin? Dan sekiranya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa kepada Allah (Syariat Islam), maka Luar Biasa Anugerah yang Allah berikan kepada kita.
Sungguh, janjiNya itu pasti. Dikehendaki ataukah tidak. Diusahakan ataukah dihalang-halangi. Dia pasti punya cara untuk menepati janjiNya. Dan yakinlah, bahwasanya pertolonganNya itu ada bersamaan perjuangan dan usaha kita. Di sini Allah bukan ingin melihat kesombongan kita, melainkan Allah ingin melihat kesungguh-sungguhan kita dalam mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Islam yang dahulu pernah ada. Sebagai sebuah konsekuensi keimanan kita atas syahadat yang kita ucapkan. Dan sebagai seorang khalifah di muka bumi, yang inginkan kesejahteraan serta rahmatNya untuk negeri ini, untuk bumi ini serta untuk seluruh alam semesta dan kehidupan ini.
Kendatipun orang-orang kafir tak menginginkannya. Kendatipun orang-orang kafir berusaha menghalang-halanginya. Namun, yakinlah, sebaik-baik makar/rencana adalah makarnya Allah.
Cukuplah sudah penderitaan demi penderitaan yang dirasa umat. Umat sudah cukup cerdas atas semua kebohongan yang ada. Dan umat sudah sangat lelah dengan semua kehinaan yang dirasa.
Maka, bangkitlah umat!!! Mari kita perjuangkan bersama-sama janjiNya. Ini bukan mimpi. Tapi, ini adalah pilihan dalam hidup kita. Menginginkan SurgaNya dengan konsekuensi yang ada. Ataukah menginginkan nerakaNya, dengan gemerlap dunia yang semu?
Semua pilihan ada di genggaman tangan kita. Kita memiliki waktu, peluang dan kesempatan yang sama. Maka, jangan siakan semua itu dengan alasan-alasan duniawi kita. Jelaslah sudah, untuk apa kita hidup? Maka, dalam setiap aktivitas kita, jangan pernah lepaskan idrok silabillah kita denganNya. Karena segala usaha tanpa do’a ataupun do’a tanpa usaha, adalah suatu hal yang setengah-setengah dalam mencapai sebuah keutuhan yang dikehendaki. Tentunya, keutuhan dalam Bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Amin Allahuma Amin.
***
Dalam kegelisahan dunia materialitas, di mana akal tidak dapat berkonsentrasi pada semua teori-teori kapitalis dalam bingkai aktivitas kapitalis, yang sejatinya lambat laun pun kan menjadikan kita sebagai korbannya, apabila kita tidak bergerak dan menghancurkannya!
_Mecha Al-Fakhirah_

KAPITALIS-SEKULERIS AND LIBERALIS PENGHANCURAN KEMULIAAN UMAT!!!

Sebelum mengurai satu persatu kata daripada pengertian di atas, ada baiknya kita awali dengan sebuah cerita yang mana mungkin saja dapat menjadi renungan dan inspirasi bagi hidup kita. Namun, sebelumnya, cobalah kita mengenali istilah-istilah di atas. Di mana, kendatipun kata demi kata di atas tergolong konteks kata yang dapat dibilang berat bagi orang-orang awam, namun ada baiknya kita mengenalkannya dari sekarang. Mengenalkan betapa pengertian dari kata-kata tersebut ternyata hanya ibarat “Pemanis Buatan” yang sejatinya tiada sedikit pun menguntungkan, apalagi memberikan kemaslahatan untuk kita dan umat di dunia ini.
***
Konon, di sebuah negeri nan jauh di sana hiduplah seorang pemimpin yang begitu luar biasa amanahnya. Dia sangat disayang oleh rakyatnya, bukan karena kemewahannya sebagai pemimpin. Melainkan, kesederhanaannya dan kesolehannya. Hingga tatkala Dia dapati masih ada rakyatnya yang hari ini tidak makan, maka Ia pun sesegeranya mengirimkan kebutuhan pokok untuk rakyatnya tersebut. Saat anak buahnya ingin turut membantu, Ia pun berkata: “Apakah kau akan bertanggung jawab, apabila nanti Allah meminta pertanggungjawabanku atas tugas-tugas yang Allah amanahkan atasku?”. Seketika itu pun sang anak buah menitikkan air mata kebanggaannya pada sang pemimpin.
Hingga dalam kurun waktu 2 tahun, Ia mampu menyejahterakan rakyatnya. Tiada lagi Ia temui yang namanya Kemiskinan, saat dirinya menawarkan uang untuk menikah gratis bagi rakyatnya, tiada seorang pun yang mau menerimanya, kemudian digratiskannya pendidikan dan biaya untuk berobat. Luar biasa sekali. Bukan hanya karena sosok kepemimpinan beliau, melainkan juga karena keamanahan dan ketertundukkan beliau beserta rakyatnya kepada sebuah aturan hidup yang mengatur mereka.
Aturan hidup yang sejatinya tiada dapat tergantikan oleh yang lain, yaitu SyariatNya. Dalam sebuah konstitusi yang menjadi wadah penerapan SyariatNya, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. Inilah sedikit gambaran bagaimana sebuah keteraturan dan kedamaian hidup serta kehidupan di bawah aturan yang hakiki, yang tidak hanya melahirkan pemimpin yang amanah dan soleh, tetapi juga menjadikan para pejabat, dan rakyatnya senantiasa terikat dengan hukum-hukumNya. Sehingga antara Sang Pemimpin dengan Sang Rakyat, ataupun keseluruhan elemen dalam kehidupan itu merasakan anugerah yang Luar biasa dalam hidup mereka. Karena hidup mereka yang senantiasa dalam ibadah kepada Sang Pencipta mereka. Dan ketertundukan mereka atas segala kelemahan, keterbatasan dan ketergantungannya, bahwa hanya Sang Penciptalah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk CiptaanNya.
***
Ada pula sebuah negeri di mana dipimpin oleh seorang pemimpin yang begitu diktator serta otoriter. Di sana rakyatnya diperlakukan layaknya seperti binatang peliharaan, atau seperti budak sang tuannya. Setiap hari rakyatnya diperintahkan untuk bekerja, kemudian uangnya dikuras untuk kepentingan sang Tuannya. Harapan untuk mendapatkan perlindungan, pengayoman, dan kasih sayang dari Tuannya beserta para pejabat hanyalah sebuah mimpi belaka, bak ibarat punduk merindukan bulan. Ada sebuah jurang yang begitu luas, yang memisahkan antara rakyat tersebut dengan sang tuannya. Kadang kala, Rakyatnya diberikan janji manis, namun tiada kunjung ditepati. Hingga, yang harus diterima oleh rakyat tersebut adalah subsidi demi subsidi yang harusnya menjadi hak mereka harus dipangkas, dan akhirnya tiada subsidi sama sekali.
Di negeri tersebut pula kepentingan demi kepentingan bukan berdasarkan pemenuhan kebutuhan rakyatnya, melainkan untuk memenuhi kebutuhan tuannya atau pihak-pihak yang memiliki “fulus” lebihlah. Menyedihkan. Hingga tak sedikit ditemui banyak rakyatnya yang setiap harinya harus memakan makanan yang tak layak untuk dimakan -aking food-. Atau bahkan, ada yang harus tinggal di bawah jembatan. Bahkan, tingkat kegilaan di negeri tersebut semakin meningkat. Di tengah berita-berita yang tersiar, bahwa kemiskinan di negeri tersebut kian menurun –karena banyak rakyatnya yang meninggal akibat tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya-.
Tidak hanya itu, remaja-remajanya bahkan tiada terkonsentrasi untuk memikirkan bagaimana negeri itu ke depannya? Karena hari-hari mereka hanya dipenuhi dengan hiburan-hiburan, pergaulan yang kian bebas –aborsi, narkoba, dll-, dan kegiatan-kegiatan lain yang bisa terbilang tak penting sama sekali.
Semua kerusakan tersebut dikarenakan aturan yang mengatur hidup dan kehidupan mereka adalah buah hasil tangan manusia-manusia yang sejatinya tiada kan pernah ada titik puasnya. Kehausan mereka akan gemerlap dunia, telah membuat mereka melupakan akan tujuan dan hakikat mereka sebagai khalifah di muka bumi ini. Hingga, semua kerusakan itu menjadi sebuah kebiasaan umum di tengah-tengah hidup mereka yang telah membutakan mata hati maupun telah merusak kesehatan berpikir akal mereka akan ketertunjukkan pada sebuah kebenaran hukum yang hakiki.
Rakyat pun tak elaknya menjadi korban dari kerakusan sang tuannya. Kendatipun di awalnya janji-janji manis senantiasa terlontar di bibir mereka. Namun, janji tinggallah janji, yang harus rakyat hadapi adalah kedzoliman demi kedzoliman sang tuannya. Segala hal yang merupakan hak rakyatpun “diberikan” pada pihak-pihak yang menjadi rekan sang tuan. Sedangkan, rakyatnya harus membeli dengan harga yang tinggi atas haknya tersebut. Luar Biasa deh Kegilaannya!!!
***
Ketahuilah, dua cerita di atas bukanlah dongeng. Tapi, ianya nyata. Kendatipun, cerita tentang sebuah negeri nan luar biasanya mengayomi rakyatnya itu tak pernah terdengar di telinga kita, ataupun tiada pernah kita dapati di buku sejarah kita. Namun, ianya ada di perjalanan para khalifah yang dahulunya memimpin dan mengayomi 2/3 dunia. Namun, waktu berkeinginan lain, dan sang pemilik waktu pun juga membuat sebuah skenario yang berbeda. Ianya kini tergantikan. Namun, dalam waktu dekat, insya allah, dengan ijinNya, negeri ini kan kembali mengambil alih peradaban dunia kembali dengan Kemuliaannya. Subhanallah.
Sedangkan, cerita tentang seorang penguasa yang diktator itu, tentunya sedang berada di tengah-tengah kita. Tidakkah kalian merasakannya?
***
Sebuah tatanan sistem yang berasal dari sebuah keyakinan yang mendasar terkait manusia, kehidupan dan alam semesta yang memancarkan aturan-aturan yang mengatur segala aspek dalam kehidupannya, sehingga membutuhkan sebuah usaha untuk menyebarkan dan menerapkannya, itulah ideologi. Dan seperti yang kita ketahui, hanya ada 3 buah ideologi di dunia ini, yaitu sosialis, kapitalis dan Islam. Di mana masing-masing kita tentunya mengetahui, apa perbedaan dari ketiganya? Dan tentunya kita pun mengetahui kebobrokan apa yang ada di balik ideologi sosialis maupun kapitalis? Hingga, hanya ada satu ideologi yang memang sangat dinanti-nantikan, karena 3 hal yang mendasari kebenaran dan keshohihan ideologi ini, yaitu ideologi Islam yang memang memuaskan akal, menentramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia yang memiliki 3 potensi serta memiliki keterbatasan, kelemahan dan ketergantungan.
***
Tiada berkutat terlalu banyak pada tatanan sistem sosialis, karena keadidayaannya telah sirna dan tiada sedikit pun kemaslahatan didapat darinya. Dan ianya bukanlah sebuah proses pengimanan dan ketaatan seorang makhluk ciptaan pada Sang Penciptanya. Dan justru keberadaannya tiada jauh berbeda dengan sistem kapitalis, yang sejatinya menyengsarakan dan mematikan banyak jiwa-jiwa yang tak bersalah. Padahal, Rasulullah mengatakan, darah seorang muslim itu haram tuk ditumpahkan begitu saja, terkecuali dianya memang disanksikan untuk dihukum mati. Namun, lihatlah, bagaimana saat ini, begitu banyak nyawa yang tak bersalah hilang begitu saja. Memilukan.
Kapitalisme atau biasa disebut sistem kapitalis, adalah sebuah sistem yang memprioritaskan segala sesuatunya pada kepentingan yang bermodal –namanya aja juga kapital/modal-. Sehingga, tolak ukurnya adalah, bermanfaat dan memberikan keuntungan apa tidak? Sekalipun hal tersebut haram, namun menguntungkan, tiadalah mengapa bagi sistem ini. Begitupun sebaliknya, sekalipun hal itu wajib/halal, namun merugikan, maka tak mengapa hal tersebut ditinggalkan. Uang/materilah yang menjadi prioritas utama sistem ini. Sehingga, segala sesuatu yang tak menghasilkan uang, maka bersiaplah tuk dihinakan dan tergerus oleh putaran waktu.
Di dalam sistem ini pula tidak diperbolehkan adanya campur tangan dari negara, karena segala sesuatunya adalah milik individu/swasta, hingga pada akhirnya tak sedikit bermuara kepada asing. Sehingga, dalam prosedur rantai kehidupannya, siapa yang mampu bertahan dan memiliki bekal yang lebih, maka ialah yang dapat memutar dunia sesuai kehendaknya (wuih, sombong betul). Maka, didapatilah aturan-aturan hidup yang pada akhirnya adalah buah hasil tangan manusia-manusia yang “bermodal” tersebut, dengan kepentingan-kepentingan “perut” mereka, bukan kepentingan totalitas makhluk di muka bumi ini.
Walhasil, sangat jarang ditemui orang-orang yang memiliki jiwa sosial, terkecuali ada kepentingan di sana, seperti peliputan, pencitraan baik ataupun agar terpilih menjadi sosok pemimpin selanjutnya. Bukan dikarenakan sebuah amanah ataupun kesadaran atas sebuah keyakinan yang hakiki untuk berbagi kepada saudaranya yang lain.
***
Kembali kepada yang namanya kapitalis, di mana sesuatu yang haram dapat menjadi halal, dan sesuatu yang wajib bahkan menjadi tak mengapa untuk ditinggalkan. Lihat saja, bagaimana karena tuntutan perut untuk mencari uang, orang rela untuk melalaikan kewajiban shalatnya. Bahkan, di sebuah pelosok atau pedalaman, tak sedikit masyarakatnya yang rela menukar kemuslimannya dengan sekotak mie instan. Kemudian, karena tuntutan dunia bisnis, yang mengharuskan seorang wanita terlihat menawan dan eksotis, ia rela menanggalkan jilbab dan kerudungnya, menggantinya dengan pakaian yang justru menaikkan gharizah na’u (salah satu naluri) dari lawan jenisnya. Hingga, tidak sedikit ditemukan terjadi yang namanya pemerkosaan.
Inilah, saat keyakinan diletakkan saat ia melaksanakan ritualnya saja. Memisahkan saat ia beraktivitas di dunia luar. Seolah-olah bagi seorang muslim, ruh ibadahnya hanya ada di atas sajadah saja. Ia tinggalkan ruh tersebut saat ia melangkahkan kaki ke dunia aktivitasnya. Memisahkan keyakinan dari akal (pemikiran) dan hati (perasaan) nya. Bahkan, yang lebih memilukan, memisahkan keyakinan itu dari aturan hidup yang mengaturnya.
Maka didapatilah, seorang muslim yang getol dengan dunia korupsinya dan pencucian uang yang sejatinya itu adalah milik/hak orang lain. Atau mungkin seorang pemimpin muslim, namun mendzolimi rakyatnya. Kemudian, yang lebih parahnya, seorang muslim yang justru menganut pemikiran-pemikiran dari orang-orang kafir, menjadikan hukum-hukum Allah seolah-olah tidak relevan lagi saat ini, sehingga perlu dimodifikasi ataupun disesuaikan dengan zaman yang ada. Naudzubillah.
Kapitalis-sekuleris telah melahirkan hukum-hukum tandingan yang sejatinya hanya Allahlah yang berhak untuk membuat hukum-hukum tuk CiptaanNya. Karena hanya Dia yang Maha Mengetahui apa-apa yang dibutuhkan makhlukNya. Secara, manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas dan bergantung pada sesuatu.
Maka, apabila diibaratkan barang, masa aturan pakai setrika digunakan untuk aturan apakai kompor gas? Tidak nyambung kali ya? Apalagi, ini yang mau diatur adalah manusia, yang sejatinya luar biasa kompleksnya. Sehebat-hebat manusia, tidak mungkin ada kali ya yang mampu membuat makhluk sesempurna manusia juga? Maka, janganlah menyombongkan diri dengan mengatakan, “Ku mampu mengatur hidupku sendiri!”
Bayangin saja, bagaimana seandainya Allah tidak memberikan kamu ada di muka bumi ini? Atau mungkin Allah cabut segala nikmat yang ada padamu, baik berupa nikmat nafas, detak jantung, atau segala sesuatu yang kamu punya. Masihkah kamu berani berkata demikian?
Manusia memang memiliki naluri untuk eksis ataupun dilihat hebat oleh yang lain. Namun, jangan sampai semua hal itu justru melanggar koridor syara’ dan bahkan mendatangkan kemurkaanNya di muka bumi ini, baik dengan bencana ataupun berbagai macam cobaan untuk bumi ini. Telah tampak kan segala kerusakan di muka bumi ini? Semua tidak lain karena ulah tangan manusia, kata Allah.
***
Beranjak pada pembahasan selanjutnya, di mana saat sebuah aturan itu memisahkan ruh keyakinannya dengan kehidupan, maka yang didapati apa? Hasilnya adalah sebuah KEBEBASAN yang sejatinya kebablasan. Lihat saja, bagaimana saat ini seorang muslim tiada lagi dikenali akan identitasnya. Baik dari segi pakaiannya, rambutnya, gaya hidupnya, dll deh pokoknya. Semua bukan menghantarkan umat manusia sekarang ini kepada yang namanya kemuliaan ataupun kehebatan dunia. Melainkan, justru menghantarkan kepada yang namanya sebuah kehinaan.
Aborsi diusahakan untuk dilegalkan, poligami diharamkan, pacaran diperbolehkan, miras dilegalkan, makanan-makanan tidak benar-benar terjamin terhindar dari keharaman yang namanya lemak babi dan sejenisnya, kedudukan wanita diusahakan untuk setara bahkan melebihi laki-laki, remaja yang hampir 50% telah kehilangan virginitasnya, dan masih banyak hal akibat yang namanya sebuah kebebasan.
Sebuah gambaran yang mungkin bisa menjadi pelajaran untuk kita semua. Ada apa tidak, harga tubuh seorang wanita yang dapat diukur dengan uang? Padahal Allah menciptakan dengan sangat luar biasa sempurnanya, menutupinya agar tidak terlihat aibnya, walaupun sejatinya ia tercipta dari cairan yang mungkin saja oleh sebagian orang itu begitu menjijikan. Namun, Allah jadikan semua kejijikan itu seakan tiada terlihat oleh indra manusia, dengan aturan Pakaian yang telah Allah perintahkan kepada yang namanya wanita, yaitu dengan kerudung dan jilbab.
Mungkin ada yang berkata, “ini kan tubuh gue, ngapain sih loe ngurusin gue?”. Alah, coba kalau dikatakan balik, “tubuh loe tu kalau Allah ga berkenan menciptakan, apa itu bener-bener punya loe?”. Harusnya, kita sadar diri, ma yang punya. Diibaratkan, kita dititipi oleh seseorang yang hendak pergi karena ada sebuah tugas ke luar kota, sebuah rumah untuk kita jaga dan pelihara hingga nanti sang pemiliknya datang kembali. Lantas, apakah dengan seenaknya saja, kita pergunakan itu rumah, sesuka kita? Padahal apabila ada kerusakan, kehilangan, dll, tentunya kita yang nantinya akan mengganti rugi.
Sama halnya dengan diri kita. Ketika Allah menitipkan semua yang Allah ciptakan pada diri kita –inget itu titipan, bukan milik kita sepenuhnya!-, lantas, pantaskah dengan serta merta kita mengatakan, Allah ga berhak ngatur kita? Hidayah ga nyampe pada kita? Padahal, sejatinya hidayah itu dicari bukan ditunggu. Kemudian berkata, hukum Allah itu udah ga relevan lagi, dll.
Sangat lucu sekali, Allah yang sejatinya Maha Sempurna, memiliki kekurangan dalam mengatur ciptaanNya. Dan hebatnya, manusia mengaku mampu tanpa Tuhan? Bayangkan saja, dalam tidur kita, mampu ga kita memerintahkan jantung kita untuk berhenti berdetak? Mampu ga kita memerintahkan nafas kita berhenti sejenak untuk bernafas? Maha Besar Allah yang telah menciptakan segala keteraturan atas hidup dan kehidupan kita. Subhanallah.
***
Maka, jelas sekali segala hal atas kebobrokan sistem kapitalis-sekuleris and liberalis, yang sejatinya hanya menjauhkan manusia dari hakikat yang sesungguhnya. Melepaskan manusia dari fitrah yang sejatinya. Dan sangat-sangat tidak memuaskan akal serta tidak menentramkan jiwa kita dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.
Mungkin sangat banyak gagasan-gagasan praktis yang dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan saat ini. Misalkan dengan perbaikan sebagian-sebagian. Atau mungkin dengan penyuluhan-penyuluhan, bakti sosial dll. Namun, secara akar masalah yang harus kita perhatikan adalah, apa sebenarnya solusi fundamental yang harusnya kita berikan?
Diibaratkan pohon, apabila akarnya telah rapuh, bahkan rusak, maka hal yang harus dilakukan adalah, bukan memotong batangnya, ataupun membersihkan daunnya. Melainkan mencari bibit baru yang lebih baik dan lebih bersih untuk ditanam kembali, menggantikan tanaman yang telah rapuh sebelumnya. Begitu pun apabila diibaratkan dengan kapal yang telah karam, tidak dapat dikendarai lagi, hingga menunggu waktu tenggelamnya saja. Lantas, apakah yang akan kita ganti hanya nahkodanya, ataukah penumpangnya saja? Tentunya yang harus diganti adalah kapalnya. Sehingga, pada akhirnya kapal tersebut dapat mengarungi samudera lautan yang ada, kendatipun berhadapan dengan ombak yang begitu besar sekalipun.
Begitu juga dengan keadaan manusia, alam semesta dan kehidupan saat ini. Yang harus kita lihat adalah sistem yang mengatur kita apakah telah sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah? Apakah telah seperti yang diperintahkan Allah? Ataukah justru membuat kita jauh dari yang diperintahkan Allah dan RasulNya?
Hingga kapankah kita turut menjadi bagian dari penyakit masyarakat, tanpa berusaha untuk turut menjadi dokter yang mengobatinya? Menjadi penonton tanpa turut menjadi pemainnya? Padahal, yang namanya sebuah kewajiban, ianya tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Ketika Allah memerintahkan kita masuk ke dalam islam secara kaffah (menyeluruh), melaksanakan syariat islam secara menyeluruh (bukan sebagian-sebagian/atau meniadakan sama sekali), dan bahkan Allah mengatakan, hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin? Dan sekiranya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa kepada Allah (Syariat Islam), maka Luar Biasa Anugerah yang Allah berikan kepada kita.
Sungguh, janjiNya itu pasti. Dikehendaki ataukah tidak. Diusahakan ataukah dihalang-halangi. Dia pasti punya cara untuk menepati janjiNya. Dan yakinlah, bahwasanya pertolonganNya itu ada bersamaan perjuangan dan usaha kita. Di sini Allah bukan ingin melihat kesombongan kita, melainkan Allah ingin melihat kesungguh-sungguhan kita dalam mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Islam yang dahulu pernah ada. Sebagai sebuah konsekuensi keimanan kita atas syahadat yang kita ucapkan. Dan sebagai seorang khalifah di muka bumi, yang inginkan kesejahteraan serta rahmatNya untuk negeri ini, untuk bumi ini serta untuk seluruh alam semesta dan kehidupan ini.
Kendatipun orang-orang kafir tak menginginkannya. Kendatipun orang-orang kafir berusaha menghalang-halanginya. Namun, yakinlah, sebaik-baik makar/rencana adalah makarnya Allah.
Cukuplah sudah penderitaan demi penderitaan yang dirasa umat. Umat sudah cukup cerdas atas semua kebohongan yang ada. Dan umat sudah sangat lelah dengan semua kehinaan yang dirasa.
Maka, bangkitlah umat!!! Mari kita perjuangkan bersama-sama janjiNya. Ini bukan mimpi. Tapi, ini adalah pilihan dalam hidup kita. Menginginkan SurgaNya dengan konsekuensi yang ada. Ataukah menginginkan nerakaNya, dengan gemerlap dunia yang semu?
Semua pilihan ada di genggaman tangan kita. Kita memiliki waktu, peluang dan kesempatan yang sama. Maka, jangan siakan semua itu dengan alasan-alasan duniawi kita. Jelaslah sudah, untuk apa kita hidup? Maka, dalam setiap aktivitas kita, jangan pernah lepaskan idrok silabillah kita denganNya. Karena segala usaha tanpa do’a ataupun do’a tanpa usaha, adalah suatu hal yang setengah-setengah dalam mencapai sebuah keutuhan yang dikehendaki. Tentunya, keutuhan dalam Bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Amin Allahuma Amin.
***
Dalam kegelisahan dunia materialitas, di mana akal tidak dapat berkonsentrasi pada semua teori-teori kapitalis dalam bingkai aktivitas kapitalis, yang sejatinya lambat laun pun kan menjadikan kita sebagai korbannya, apabila kita tidak bergerak dan menghancurkannya!
_Mecha Al-Fakhirah_

Saat dirasa, Inilah Akhirnya...

Tiada terkira rasanya, apa yang ku rasa di penghujung hidupku. Tiada pernah terpikir, semua akan berakhir seperti ini.
***
Namaku Faza. Ku terlahir sebagai sosok anak gadis yang ceria, simple, friendly dan easy going lah. Singkat kisah, ku jalani hidupku layaknya anak remaja pada umumnya –kumpul-kumpul, jalan-jalan, rame-rame-, hanya saja ku masih punya batasan, yaitu prinsip hidupku sebagai seorang yang beragama –Muslim-.
***
Hingga, waktu membenturkanku pada keadaan dan kondisi yang seakan-akan membuatku ingin berontak, namun ku tak mampu. Kondisi ekonomi orang tuaku semakin menyusut, hingga membuatku mau tak mau turut memikirkannya. Ditambah lagi, orang yang paling ku sayang menduakan dan meninggalkanku. Ku merasa, ku benar-benar tak ada artinya tuk hidup.
Tak disengaja, seolah waktu sedikit berkawan denganku. Bertepatan kala itu, masa-masa awal di dunia baruku, dengan kehidupan kampus yang membuatku sedikit tergerak untuk beralih dari kehidupan yang ada. Ku menemukan kehidupan yang sangat menentramkan jiwaku, begitu tenang dan rasanya ku tiada mengira –entah sulap atau sebuah karunia-, akhirnya seperti inilah ku sekarang. Sosok muslimah yang kadang kawan-kawan panggil dengan sebutan akhwat. Subhanallah.
***
Tiada ku rasa, perjalananku dalam syahdunya iman dan islam telah menunjukkan kurun waktu hampir 4 tahun. Dan di sini, ku temui banyak ujian dan cobaan. Namun, tiada terkira, di balik setiap ujian, ku rasakan cinta dan kasih sayangNya menyertai ku atas hikmah ujian itu. Tak seperti saat islam hanya ku jadikan tameng dan identitas saja. Ibarat manusia, pikiran dan perasaannya tak menyatu.
Dahulu, setiap ku mempunyai mimpi, rasanya mimpi itu berasa semu dan sia-sia. Putus asa, hampa dan kesedihan –di balik keceriaanku- senantiasa menghampiri dan menyelimuti dalam kesendirianku. Namun, jauh berbeda dengan kini, saat ku temukan Dian dalam hidupku. Memberikan sinar dan cahaya yang indah dalam hidupku.
***
Mimpiku menjadi seorang pengusaha, telah di depan mata. Kendati berawal dari usaha kecil-kecilan, tapi ku dan kawan-kawan menyenanginya. Prinsipku, melalui tanganku, ku mampu menjadi jalan hidayah, menjadi inspirasi dan menjadi jalan rezeki untuk yang lain, terutama untukNya –seperti yang bunda contohkan dan ajarkan padaku-. Walaupun sempat menjadi sebuah kontroversi dengan ayah, karena menginginkanku untuk menjadi PNS.
Ku pun saat ini memiliki amanah di sebuah komunitas kepenulisan yang merupakan bagian dari hidupku. Tanpa melihat keuntungan berupa materi dari hobiku ini. Kendatipun, lagi-lagi bertentangan dengan kehendak ayahku –karena tak dapat menghasilkan uang yang besar- (-_-)“
Di tengah-tengah kesibukkanku, ku berbagi energi positif dan pemahaman islam dengan mahasiswiku –kendati saat ini, ku pun masih berstatus mahasiswi-.
Kemudian, mengajarkan anak-anak kecil membaca al-qur’an, menghapalnya dan membentuk mereka menjadi generasi qur’ani yang cerdas serta berkepribadian islami. Di samping juga mengajarkan sebuah pelajaran yang menurut para ibu-ibunya pelajaran yang paling sulit, yaitu matematika.
Sungguh, bukan bermaksud menyombongkan diri atau mencari kepuasan dunia saja. Namun, di sini sesungguhnya ku ingin sedikit berbagi, inspirasi, motivasi dan energi positif bagi semua yang yakin padaNya. Ku benar-benar ingin menutupi seluruh kesalahanku di masalalu, bahkan ku azamkan tuk menginvestasikan sisa hidupku hanya tukNya. Dan inilah, sebagian mimpi yang ku torehkan di proposal hidupku, yang senantiasa terealisasi dengan petunjuk dan pertolonganNya. Tak seperti dahulu, saat ku jauh dariNya.
***
Hingga detik-detik waktu seolah terhenti, karena sebuah penyakit yang menggerogoti kesehatanku. Namun, lagi-lagi ku tak sedikitpun menghiraukannya, karena ku tak ingin satu gembok ini justru menghalangiku dalam mengukir tinta emas dalam hidupku yang singkat ini.
Ku sembunyikan semua rasa sakit ini dengan seuntai senyum setiap kali ku tatap wajah-wajah yang ku sayang itu. Rasanya tak mampu ku meninggalkan mereka. Dan rasanya singkat dan benar-benar singkat kebersamaan ini. Terlebih andai kata ku habiskan sisa hidup ini sama seperti dahulu. Sia-sia sekali rasanya.
***
Teruntuk jiwa-jiwa yang menjadikan sakit sebagai gembok penghalang tuk menorehkan “tinta emas” kemaslahatan tuk yang lain. Ku harap ini dapat menjadi inspirasi dan motivasi serta menjadi kunci yang menghancurkan dan membuka gembok penghalang tersebut.
Berkaryalah kawan!!! Karena hidup ini sejatinya sangat singkat dan ingatlah kawan, apapun yang kita lakukan di dunia ini, semua akan dipertanggung jawabkan di hadapanNya nantinya.
***
Dalam Kejaran waktu Skripsi yang sejatinya menguras energi dan otak tuk mengalihkan kesibukkan yang ada, terkonsentrasi, namun tiada dapat berkonsentrasi.(*_^)”
_Mecha Al-Fakhirah_

Opening Faza's Blog

Assalamu'alaikum!
~Ahlan wa sahlan~

Apa Kabarnya Hari ini?
"Alhamdulillah, Selalu Mencerahkan, Luar Biasa Sukses!"

~Allahu Akbar~