Sabtu, 08 September 2018

Kala Aksara Menuai Jariyah


Oleh Indri Faaza

Menulis. Aktivitas yang dipandang biasa, namun bagi saya sangat berharga. Bukan dilihat dari sisi kebisaan. Karena sejatinya saya tidak bisa menulis awalnya. Bahkan tak punya kemampuan atau bakat dalam menulis.

Di situlah kemudian saya berpikir tuk menjadikan kekurangan yang ada menjadi kelebihan. Dalam sebuah proses yang panjang, berawal dari menulis di buku diary, hingga menulis di media cetak. Semua dilalui dengan proses jatuh-bangun yang luar biasa payahnya.

Sekalipun sempat otodidak. Namun, akhirnya memutuskan tuk menekuni secara detail prosesnya dalam sebuah komunitas ataupun kelas menulis. Karena itu jauh lebih baik.

Dan akhirnya sampailah saya ke sebuah kelas istimewa. #WritingClassWithHas. Sekalipun baru pertemuan pertama, namun materinya luar biasa. Bagaimana menjadikan setiap amal itu menuai pahala? Termasuk dalam menulis. Bagaimana agar aksara yang dirangkai pada akhirnya menuai jariyah tuk penulisnya?

Aksara yang dirangkai tentunya tak sekedar kata demi kata yang hampa. Namun, aksara yang bernyawa. Sehingga akan mampu memengaruhi dan membangkitkan pemikiran dan perasaan pembaca.

Aksara yang bernyawa, yang menghantarkan kata demi kata berhujjah. Dimana yang benar akan disampaikan benar. Demikian pun sebaliknya.

Sebagaimana yang disampaikan oleh mba Hasni Tagili bahwasanya, "Menulis merupakan aktivitas menjaring jariyah lewat aksara. Maka menulislah!". Jadi, jangan berkecil hati para pejuang pena. Sungguh, ujung pena kita akan menuai pahala kala aksara yang tertata tuk menggaungkan kebenaran. Bukan sekedar kata-kata sampah tak berguna. Apalagi hoax.

Maka, apabila hari ini kita masih terbiasa menuliskan hal-hal biasa, segera berhenti. Move on! Gantilah status atau postingan kita dengan konten penuh hikmah yang mengajak yang lain pada kebaikan. Di sanalah pahala akan bergulir dan mengalir sebagai amal jariyah hingga kelak kita telah tiada.

Sungguh jejak yang dapat kita tinggalkan melalui rangkaian aksara, itu sangat berarti. Sekalipun orang tak mengenal kita semasa di dunia. Biarlah kenangan mereka pada kita melalui proses hijrahnya, menjadi amal jariyah tuk kita.

Maka, menulislah! Sejak kini hingga nanti.

#KelarWCWHBatch3
#Meeting1
#WritingClassWithHas


Romansa Literasi Faaza


Masa memperkenalkan di masa dulu telah berlalu. Terganti dengan tumbuh dan berkembang para penulis ideologis di Borneo tercinta.


Tiada terkira rasanya syukur pada-Nya. Mungkin bukan melalui kita, tapi melalui yang lain. Sungguh kebangkitan para pejuang literasi itu kian nyata.

Mari melejit bersama! Menjadi para pejuang pena zaman now! Tak hanya dengan tinta, namun dengan jari jemari yang kian lincah menari di atas keyboard HP atau laptop kita!

#Revowriter #Revowriter7 #HariLiterasiInternasional #GerakanMedsosuntukDakwah
#MenghidupkanAtmosferLiterasi

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10212655454881191&id=1230085820


Senin, 09 Juli 2018

Memoar Visi Pernikahan: “Dalam Bingkai Pernikahan, Kami Sempurnakan Visi Perubahan!”


“Aku berangkat dulu ya sayang?!”, pamit dia sebelum melanjutkan agenda dakwahnya malam ini. Sebagaimana malam-malam sebelumnya. Penuh agenda.
Dalam satu bulan ini, agenda malamku pun turut bertambah. Menunggu kepulangannya, sembari mengevaluasi dan memikirkan uslub baru tuk dakwahku di esok hari. Intinya, esok hari harus lebih baik dan semakin baik lagi. Mesti ada “upgrade valensi” setiap harinya.
Kemudian, jawaban sekaligus do’a singkat pun ku ucapkan padanya. “Hati-hati ya sayang! Semoga Allah mudahkan semua urusanmu”.
Sesaat, ku pun terdiam. Menunggu telepon dimatikan dari seberang sana. Namun,,,
Afwan, ada yang lupa!?”, kata dia merasa bersalah. Aku pun menjadi bertanya-tanya dan tertegun dalam tanya yang bercampur dengan rasa penasaranku.
Hingga, saat dia melanjutkan, “Ku sayang kamu, cinta! Assalamu’alaikum!”
Wa’alaikumussalam warrahmatullahi wabarakatuh”, jawabku lirih. Tentunya dengan disertai sebuah ekspresi yang tak mampu tuk ku sembunyikan. Tersipu malu dalam bahagia dan syukur pada-Nya.
Subhanallah. Penuh kehangatan dan penuh dengan kejutan. Inilah dia, Imamku. Sosok luar biasa yang dihadiahkan Allah dalam sebuah skenario terindah-Nya, tuk menjadi penguat saat ku terjatuh, pembimbing saat ku kehilangan arah. Menjadi sahabat, dimana saat ku butuh bahu-nya tuk menuangkan seluruh lara yang terpendam, maka bahu itu selalu siap dan siaga. Bersama menopang amanah dakwah ini. Menjadi suami, di mana keridhoannya akan menghantarkanku pada keridhoan Allah. Insya Allah.
Tanpa disadari suara di seberang sana pun menghilang. Seiring dengan nada terputusnya telepon yang menggantikan kebersamaan jarak jauh kita dengan kesunyian. Sepi. Namun, suara lembutnya masih terngiang di telingaku. Nasihatnya yang senantiasa mengingatkanku pada-Nya dan dukungannya sebagaimana seorang sahabat, menjadikanku merasa nyaman bersamanya. Alhamdulillah. Terima kasih ya Rabb...
***
Seperti malam-malam pada beberapa tahun yang lalu. Malam ini pun ku nantikan kepulangannya. Menemani agendanya dengan beberapa agendaku. Aku tidak ingin apabila aktivitasku justru memberatkan timbangannya menuju neraka-Nya yang pedih kelak. Karena, kini ku telah menjadi tanggung jawabnya. Sehingga, ku berusaha agar aktivitas yang ku jalankan setiap harinya senantiasa dalam memenuhi seruan perintah-Nya, dalam poros aktivitas dakwah tentunya. Maka, ku habiskan waktu menunggu kepulangannya, dengan merancang plan dakwah di esok hari dan menyiapkan materi tuk agenda pembinaan ataupun kontak di esok hari.
Bahagia sekali rasanya dapat menemani sosok ikhwan yang luar biasa sepertinya. Semoga Allah senantiasa menjaga ikatan suci yang terjalin di antara kita dengan keimanan, ketakwaan dan keyakinan kita pada-Nya. Aamiin.
Senantiasa ku ingat pesan dari seorang adik. Bagiku, itu dapat menjadi pembantahku pada sebuah statement, bahwa “Wanita adalah Penghambat Revolusi”.
Dia mengingatkan, “bahwasanya saat kita menikah nanti, kita tidak sedang menemani seorang suami yang biasa-biasa saja. Di mana aktivitasnya hanya kerja dan mengurusi rumah tangga saja. Kita pun tidak akan selalu tertawa bersamanya. Justru kita akan lebih banyak menangis, karena bersama-sama memikirkan masalah umat yang ada di tengah-tengah kehidupan kita saat ini. Ingatlah, pernikahan kita tuk sebuah dedikasi terbaik di hadapan-Nya, kak! Suami kita nanti adalah sosok yang Luar Biasa. Nanti, kita akan menemani dia, yang pikiran dan perasaannya adalah umat, keluarga, dirinya dan keridhoan Allah. Siangnya bisa saja menjadi ibadah dia tuk keluarganya, dalam aktivitas mencari nafkah dalam ridho-Nya. Namun, tetaplah dakwah menjadi poros utama baginya. Karena pahala besar tuknya atas aktivitas ini. Kemudian, malamnya pun, bukan diisi dengan istirahat atas kelelahannya saja, melainkan dipenuhi dengan agenda dakwah, rapat, halaqahupgrade valensi, dll. Terlebih, saat nanti khilafah tegak. Bisa jadi, kita akan terpisah dalam waktu yang tidak sebentar darinya. Dan itu artinya, bisa saja, kita akan mempercayakan dia pada seorang rekan kita yang dapat memantik futuhatnya di sana. Insya Allah, surga-Nya tuk kita, kak! Maka, apabila kita cemburu pada aktivitasnya yang mulia itu, berarti kita-lah penghambat revolusi itu. Tetapi, saat kita memahami dan mendukungnya dengan mengingatkan dan menguatkannya, serta berkontribusi bersama-sama dengannya, maka, insya Allah, kita adalah Pemantik Revolusi baginya, umat, dan kemenangan Islam itu sendiri tentunya”.
Pesan yang benar-benar menamparku. Bahkan, air mata pun tak pernah dapat ku tahan saat mengingatnya. Insya Allah, ku pasti bisa menjadi yang terbaik, sekalipun tak akan pernah bisa tuk sempurna. Karena kesempurnaan hanya milik-Nya.
Sungguh, kebersamaan yang tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Sebagaimana proses ta’aruf dan khitbah dengannya yang tak pernah terpikirkan olehku. Skenario yang benar-benar indah bagiku. Ketika kita meyakini, bahwasanya semua pasti akan indah pada waktunya. Indah, bukan dengan persepsi kita yang tak ber-tuan. Serta, bukan dalam aktivitas yang dimurkai-Nya. Namun, indah dalam keterikatan kita pada Syariat-Nya. Dengan keyakinan yang mengakar dan jernih.
“Dalam Bingkai Pernikahan, Kami Sempurnakan Visi Perubahan!”
***
Kini, kebersamaan kita tak terasa hampir enam tahun lamanya. Ujian dan cobaan yang kita rasakan selama ini sungguh masih belum ada apa-apanya. Alhamdulillah, kita pun kini telah dikarunia putra-putri yang sholeh dan sholehah. Semoga Allah senantiasa menjaga kelurusan dan ketulusan niat maupun langkah kita dalam mengarungi bahtera rumah tangga ini. Dengan menjadikan dakwah sebagai poros hidup kita.
Pelayaran kita baru saja dimulai, sayang. Maka, tetap fokuslah pada tujuan kita di depan sana. Surga-Nya nan indah menjadi pelabuhan terakhir atas pelayaran kapal kita. Sekalipun, ombak kecil, maupun besar menerjang kapal kita, keyakinan kita pada-Nya tidak akan tergoyahkan sedikit pun. Karena kita memiliki Allah yang akan senantiasa membersamai kita, dalam suka maupun duka kita. Keyakinan yang tidak akan terpatahkan, sekalipun bumi ini terbelah. Ataupun, ruh telah terpisah dari jasadnya. Ia-nya tetap akan senantiasa menancap kuat di dalam diri ini.
Bersama kita melayakkan diri kita tuk menjemput janji-Nya. Melalui tangan-tangan kita, ataukah penerus yang telah kita persiapkan dan bina bersama. Aku akan selalu menemanimu –nyata ataupun maya-, dalam do’a dan kontribusi maksimal di jalan dakwah yang mulia ini. Wajib dan sunnah, yang akan kita kejar bersama. Insya Allah, saat jasad ini pun terpisah nanti darimu, cintaku padamu karena-Nya, tak akan pernah berubah. Sekalipun skenario-Nya nanti mengharuskanku ikhlas pada segala keputusan-Nya, ku akan meridhoinya, selama engkau ridho pula padaku. Hingga, menjadikan Surga-Nya indah bagiku, dan mengalihkan pandanganku dari fana-nya gemerlap dunia ini. Insya Allah. Semoga Allah senantiasa karuniakan hati yang ikhlas dan pikiran yang jernih dengan iman dan islam dalam diri kita berdua. Aamiin.
***
Dalam Rindu nan Syahdu
09092012
_Faaza_



Opening Faza's Blog

Assalamu'alaikum!
~Ahlan wa sahlan~

Apa Kabarnya Hari ini?
"Alhamdulillah, Selalu Mencerahkan, Luar Biasa Sukses!"

~Allahu Akbar~