Rabu, 31 Oktober 2012

Belajar Mencintaimu dari Kekuranganku



Bertemankan sepi, diiringi alunan nasyid, dan hembusan angin buatan dari kipas mini-ku. Malam ini sedikit berbeda dari malam-malam sebelumnya. Ada sebuah kegundahan yang tak terjawab. Ada sebuah kekhawatiran yang tak dimengerti. Begitupun, ada sebuah harap yang tak bertuan. Benar-benar malam yang membuatku menjadi sosok paling bodoh dan benar-benar tak berdaya. Entahlah, apakah kiranya yang menggerogoti kekuatan dan keyakinan dalam diri, hingga naluri yang sejatinya dapat diminimalisir, justru menjadi bom waktu yang siap tuk meledak.
Melirik waktu yang begitu cepat berlalu. Seakan mengeksekusiku dalam perih tak berkawan. Hanya sang pemilik jiwa ini yang dapat mengerti akan jeritan hati yang mencekam ini. Tak ada yang bisa ku sembunyikan dari-Nya akan sebuah rasa rindu, bercampur kekhawatiran yang mendalam. Saat ingatanku menghampiri satu sosok yang sangat ku sayang, dengan kebersamaan yang belum dapat dikondisikan. Salahku juga sebenarnya. Ku yang lalai pada kewajibanku sebagai seorang istri. “Masya Allah, dalam dua minggu perjalananku dengannya, ku masih belum dapat memberikan rasa nyaman tuknya. Ku senantiasa hadirkan bertubi-tubi masalah tuknya. Apakah ini cerminan istri yang soleha?”. Di saat seperti ini, pastilah butir-butir air mata tiada dapat tuk ku bendung. Ia-nya hadir dengan begitu alami. Mengurai sesak yang terkerangkeng, menjadi kesembaban indera penglihatanku.
Mungkin, ku maupun kamu, masih belum terbiasa dengan apa yang kita jalani bersama dalam dua pekan yang berlalu ini. Seakan cinta itu hadir saat kita bersama, dan berubah menjadi kekhawatiran yang berlebihan, saat kita berjauhan seperti saat ini. Terlebih saat tak ku dapati kabar tentangmu. Emosi kian membuncah, menghadirkan beribu kepiluan yang tak dapat ku kontrol.
Sungguh, Ku menyadari. Ku bukanlah Khadijah, yang begitu sabar, totalitas dalam menemani sang suami –Rasulullah- dalam mengemban amanah beliau. Pun, bukan pula Fathimah, yang begitu setia dan ta’at, menjaga kesempurnaan pengabdiannya pada sang suami –Ali bin Abi Thalib-. Atau, sosok Maryam, yang begitu kuat melewati ujian dari Rabb-Nya. Sekalipun, para Shohabiyah tersebut dan shohabiyah lainnya yang tak pernah lekang oleh waktu menjadi panutanku, dan membuatku iri dengan keluar-biasaan mereka. Namun, tetaplah ku akui jati diriku sejatinya. Ku hanyalah sosok yang lemah, dan hanya dengan-Nya, ku menjadi kuat serta dapat menapaki setiap ujian yang ada. Keyakinanku pada-Nya yang menghantarkanku pada benteng pertahanan terkokoh yang selama ini telah ku bangun. Hingga kini, ku benar-benar takut, apabila kecintaanku padamu, bukanlah cinta sang hamba pada tuannya. Di mana, bisa jadi ku terlupa. Bahwasanya, saat tak ku dapati ridho darimu, maka Dia pun tak akan curahkan kebarokahan-Nya tukku.
Ku senantiasa belajar bagaimana menyayangi dan membuatmu nyaman dengan kehadiranku. Sekalipun, ku pahami, kadang ada saja tingkah polahku yang membuatmu bertanya-tanya. “Ada apa ini?”. Nasehat bahwa, kebersamaan kita adalah tuk saling melengkapi dan menguatkan, bukan tuk saling menyakiti, seakan menjadi tamparan tuk ku renungi. Seperti inikah akan ku dedikasikan diriku tukmu, sebagai bagian dari tulang rusukmu? Kembali ku terpaku dalam penyesalanku.
Ku bertanya pada diriku. “Apakah kamu yang masih belum terbiasa sebagai suamiku, ataukah ku yang sejatinya belum terbiasa sebagai istrimu?”. Kecamuk kian bersahutan di kepala yang seakan-akan mau pecah rasanya. “Bagaimanakah kiranya kita dapat menjadi pasangan yang solid, apabila hingga kini, kita masih belum bisa tuk saling memahami antara yang satu dengan yang lainnya. Memahami, bahwa istri kamu ini memiliki tingkat sensitifitas yang luar biasa. Dan memahami, bahwa kamu adalah suami yang luar biasa dengan agendamu.
Terlebih, saat memori kembali memoarkan diskusi pra pernikahan kita mengenai “poligami”. Ya Rabb, sehina inikah ku? Hingga, ku masih belum bisa “legowo” pada qada-Mu. Memikirkan apa yang belum dapat ku ketahui kejadian nyatanya. Bisa jadi, kelak berbeda dengan apa yang ku pikirkan kini. Namun, itulah kekuranganku, saat ku ingin menyayangi dan mencintaimu karena-Nya. Ku terlalu egois pada diriku maupun dirimu. Padahal, Ridho & Surga-Nya, itu jauh lebih berharga tuk hamba yang hina sepertiku.
Ya. Kini ku benar-benar memahami. Perjalanan yang akan ku lalui bersamamu, bukanlah seperti jalan tol, yang mulus, bebas hambatan. Namun, perjalananku denganmu ini, ibarat sebuah kapal yang berlayar di tengah lautan lepas. Kadang kita akan menghadapi ombak yang tenang, dan kadang pun akan kita hadapi ombak yang dahsyat. Bahkan, bisa jadi badai yang menggelegar, disertai kilat dan petirnya, siap sedia mengincar biduk pelayaran kita.
Lantas, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan membiarkan pelayaran kita tanpa arah? Ataukah kita sendiri yang akan memporak-porandakan biduk armada pelayaran kita? Tentu saja tidak, bukan?! Mengapa? Karena cinta dan sayang kita bertautan antara satu dan lainnya dengan keyakinan pada-Nya. Ya. Kita memiliki Dia sebagai penunjuk petualangan kita ini. Hingga, sebesar apapun ombak, badai, kilat dan petir yang kita temui di tengah pelayaran kita, akan mampu tuk kita lewati bersama. Tentunya, bersama dalam visi nikah yang kita niatkan bersama. “Dalam Bingkai Pernikahan, Kita Sempurnakan Visi Perubahan”. Senantiasa akan ku genggam, dan ku jaga kesucian ikatan ini, hingga nanti, saat Dia pertemukan kita kembali di Istana Cinta kita. Di Surga-Nya. Insya Allah.
Ku benar-benar ingin menjadi bidadarimu selamanya. Hingga, menjadikan pandangan, pikiran maupun perasaanmu teralihkan dari bidadari-bidadari langit yang kecantikan dan kesolehahannya tak diragukan lagi.
Kasihku, perjalanan kita baru saja dimulai. Maka, mari kita perkuat kesolidan hubungan kita dengan keyakinan, disertai komunikasi dan kepercayaan yang terajut karena-Nya. Senantiasa ku menyayangimu dan akan terus menyayangimu. Kau pangeranku, imamku, sahabatku, suami terbaik dalam hidupku.

Luv u, Cinta...

Sinopsis Teatrikal Aksi Mahasiswa HTI bersama Pelajar



Tema: Potret Suram Pemuda di bawah Bayang-Bayang Kapitalisme

Sinopsis 1
Di sebuah negeri, di mana digambarkan tingkat kerusakan remajanya sudah sangat parah. Baik pelajar, maupun mahasiswanya. Dari pergaulan bebas, hedonis, Japan-Korea style, hingga beragam potret buram remaja ada di negeri tersebut.
(Di sini semua pemain tampil dengan stylenya masing-masing, memperagakan dengan alat peraga yang telah disediakan panitia untuk style peran masing-masing).

Suasana benar-benar ricuh dan kacau. Karena para pemuda sibuk dengan urusan dan masalah mereka masing-masing. Tidak didapati sosok pemuda sebagai pioner perubahan.

Sesaat hening…
(Semua kembali ke posisi tunggu untuk masuk pada sesi selanjutnya, pada peran atraksi masing-masing)

Sinopsis 2
Dalam bagian ini, ditampilkan beberapa kerusakan remaja secara detail per bagian. Bermula dari atraksi Anarkis premanis para pemuda, dilanjutkan dengan Atraksi pemuda yang sangat demen dengan style dan gaya boyband -style anak punk juga boleh-, kemudian Atraksi tawuran para pelajar karena masalah-masalah kecil yang ada di sekeliling mereka.
(Standby pada posisi peran masing-masing. Dipastikan perlengkapan udah fix -lengkap-. Ditentukan durasi waktu per atraksi berapa lama? Tentukan oleh panitia.)

Sesi Pertama, Atraksi Premanis.
Slogan : Gak Nokib, Gak Ngedrugs, Gak Gaul.
(Di sini pemain benar-benar digambarin dengan gaya premannya. Mengganggu, memalak, dalam kondisi ngobat -ngedrugs-).

Sesi Kedua, Atraksi Boyband
Slogan : Music, Party, and Sex, It's My Life.
(Di sini pemain dengan gaya punk-nya, dengan dandanan ala japan-korea pun bisa. Mereka ngerasa dunia milik mereka dengan kesenangan-kesenangan mereka. Gak peduli ma apa yang ada di sekeliling mereka).

Sesi Ketiga, Atraksi Tawuran Pelajar
Slogan : Gue Jagoan Neon.
(Di sini pemain bisa pake botol-botol bekas buat gambarin tawuran antar pelajar. Bisa pakai pisau mainan buat gambarin aksi anarkis tawuran mereka. Bahkan, kalau ada rantai, dan perlengkapan tawuran lainnya).

Sinopsis 3
Semua kekacauan ditampilin. Seolah kericuhan benar-benar sudah tidak bisa dielakkan lagi. Digambarkan kondisi tersebut ada diberbagai tempat di negeri tersebut. Hingga berlangsung beberapa lama, dalam durasi waktu yang sudah ditentukan panitia.

Kemudian masuklah pemain dari tim pemuda islam dengan membawa Ar-roya…

Sinopsis 4
Dalam bagian ini tampil sekelompok gerakan pemuda islam
Slogan : Gak Ngaji Gak Gaul, Dakwah It's My Life, Gue Pejuang Islam.
(Mereka mengelilingi remaja & mahasiswa yang rusak tadi dengan mengibarkan ar-roya dengan menampilkan slogan yang sudah dibuat panitia. Sontak remaja yang ada -remaja & mahasiswa rusak- kaget dan bingung. Kemudian, para pemuda tadi menyalami dan mengajak mereka untuk ikut dalam barisan perjuangan islam sebagaimana mereka. Awalnya, ada yang menolak dan mencoba menghindar. Namun kemudian, setelah para pemuda islam tadi mengajak remaja & mahasiswa rusak tsb untuk dibina intensif dengan pendekatan intelektual -diskusi- dan ngaji tentunya. Akhirnya, semua pemuda tersebut interest dan sepakat untuk turut ambil bagian. Hingga kemudian, mereka pun pada akhirnya turut mencerahkan yang lainnya, dengan bersama-sama bergerak & bersatu, serta menjadi bagian dalam perjuangan Syariah-Khilafah).

Kemudian, semua pemain menutup teratrikal dengan berkumpul dan bersama-sama meneriakkan Takbir.
Allahu Akbar!
(Teatrikal pun selesai).

Created by: Faaza

Refleksi Sumpah Pemuda, Mahasiswa dan Pelajar Hizbut Tahrir Indonesia: “Partisipasi Penuh Pemuda Menyongsong Kebangkitan Islam!”



Ahad, 28 Oktober 2012. Tepatnya di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Ratusan Mahasiswa dan pelajar Hizbut Tahrir Indonesia  (HTI) bersama ratusan elemen mahasiswa dan remaja di Indonesia bergabung mendukung perjuangan syariah Islam dalam Aksi Refleksi Sumpah Pemuda, dengan Tema: “Partisipasi Penuh Pemuda Menyongsong Kebangkitan Islam”.

Aksi ini dimulai pukul 09.00-12.00 WIB. Beragam rangkaian acara ditampilkan. Bermula dari persiapan panitian dengan yel-yel yang luar biasa. Seperti: “Pemuda Demokrasi? Arogan dan Anarkis!”. Kemudian disambung lagi dengan: “Pemuda Islam? Intelektual dan Taat Syariah!”. Dan beberapa yel-yel yang tidak kalah menghentakkan wilayah Bundaran HI dan masyarakat sekitar yang berada di lokasi tersebut dengan pekikan Takbir yang dikumandangkan peserta aksi. Sembari melakukan longmarch, memutari Bundaran HI tersebut.

Kemudian aksi ini juga diisi dengan beberapa orasi dari para orator yang luar biasa, baik dari perwakilan mahasiswa maupun pelajar yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah seorang orator. Aktifis Mahasiswa (HTI), Irawan, dalam orasinya menyatakan penyebab kemiskinan, korupsi merajalela, mafia hukum dan pajak serta degradasi moral pemuda negeri ini karena pendidikan yang sekuler merupakan hasil dari sistem kapitalisme-liberalisme yang diterapkan di negeri ini. “Ini harusnya diganti dengan sistem Islam,” ujarnya disambut pekikkan takbir dari peserta aksi. Sebagai seorang muslim, jelas Irawan, kita harusnya bersungguh-sungguh dalam menjalankan islam dalam kehidupan sehari-hari, serta senantiasa bersemangat memperjuangkan Islam. “Memperjuangkan Islam agar dapat diterapkan dalam bingkai khilafah,” tutur mahasiswa Universitas Indonesia.

Sebelum aksi ini berakhir, panitia juga mempersembahkan sebuah teatrikal yang bertemakan “Potret Suram Pemuda di bawah Bayang-Bayang Kapitalisme”. Digambarkan bagaimana pemuda dalam sistem kapitalis-sekuler, telah melahirkan generasi yang gagal dan rusak. Mulai dari pemuda yang premanis, hedonis bahkan anarkis. Sangat berbeda dengan pemuda islam yang senantiasa dikenang oleh sejarah, maupun yang saat ini tengah berjuang untuk mengembalikan kehidupan islam ke tengah-tengah umat. Sehingga, teatrikal ini membuat antusias peserta maupun pengguna jalan untuk menyaksikan bahkan mengabadikan teatrikal tersebut.
Di penghujung acara. Dipimpin oleh perwakilan mahasiswa Universitas Indonesia. Para peserta kembali mengazamkan diri atas perjuangan yang saat ini tengah mereka perjuangkan. Sumpah Mahasiswa Islam kembali dikumandangkan bersama-sama ratusan peserta yang hadir.
Kemudian, acara ditutup dengan do’a dan muhasabah.

_Faaza_

Opening Faza's Blog

Assalamu'alaikum!
~Ahlan wa sahlan~

Apa Kabarnya Hari ini?
"Alhamdulillah, Selalu Mencerahkan, Luar Biasa Sukses!"

~Allahu Akbar~