Sabtu, 04 Februari 2012

Mempertajam Potensi Melalui Pena

Banjarmasin, 4 Februari 2012. Bertempat di Multimedia, kampus Poliban lantai 2. Sebuah acara Training Jurnalistik yang dirancang oleh MHTI lingkar kampus dengan tema “Ujung penamu menyimpan dan mampu membawa perubahan” kembali dihadirkan. Kali ini dengan menghadirkan langsung pembicara dari media massa eksternal dan trainer internal kepenulisan MHTI. Sekitar 150-200 peserta membuat penuh ruangan multimedia poliban tersebut.
Acara yang dimulai pukul 08.30 s/d 13.00 ini menyajikan 2 sesi materi dengan target yang saling melengkapi, yaitu membuka mata peserta pada fakta media dari sejarahnya hingga kini. Di sertai dengan tips-tips bagaimana membuat opini atau tulisan yang berbobot dan bersolusikan islam di dalamnya. Peserta pun diminta untuk membuat tulisan, kemudian akan dilakukan pengeditan terhadap beberapa tulisan yang dikumpulkan kepada pemateri. Salah satu peserta yang mengajukan diri untuk dinilai kepenulisan opininya adalah saya dan seorang akhwat dari sektor keguruan.
Seperti yang diperkirakan. Ada beberapa note kecil yang akan menjadi perbaikan dalam kepenulisan artikel di media massa ke depannya. Sebuah masukkan yang sangat membangun dalam peningkatan tsaqofah jurnalistik.
Berlanjut pada materi selanjutnya. Di mana para muslimah dimotivasi agar senantiasa istiqomah dan pantang menyerah untuk melakukan perlawanan melalui pena atau ujung-ujung jari mereka. Bahkan, meratakan media dengan ide syariah dan khilafah mestinya menjadi tugas besar bagi semua pejuang yang menginginkan tegaknya Syariat-Nya dalam bingkai Institusi Khilafah dalam waktu yang sesegeranya.
Sehingga, menjadi sebuah pertanyaan besar. Sudahkah ide-ide tersebut menjadi perbincangan hangat di media massa alam nyata saat ini? Bukan hanya di dunia maya saja. Apabila dirasa media massa masih banyak yang membatasi masuknya opini syariah dan khilafah, maka jangan pernah menyerah. Setidaknya, itu yang saya dapatkan dari training jurnalistik hari ini.
Pemantik motivasi dalam kepenulisan. Sehingga, apabila pemantik itu redup tanpa dibarengi aktivitas untuk menjaganya yaitu dengan menulis dan menulis. Maka, saya rasa percuma beribu-ribu kali pun kita ikuti training kepenulisan dengan gaya yang bagaimanapun. Jadi, tanamkanlah dalam diri. Kita menulis bukan untuk menjadi penulis. Melainkan, kita ingin mengambil satu warna dari dua warna yang ditinggalkan. Apakah itu warna merah, yaitu darahnya syuhada ataukah itu warna hitam, atau tintahnya ulama. Jangan sia-siakan ujung jari-jemarimu bergerak tanpa kontribusi apapun untuk umat.
Salam Pena Perlawanan!

_Faza_
(Aktivis FDK Harakah el Qalam distrik Banjarmasin)

_Melodi Persatuan_

“Kau begitu sempurna,
Di mataku kau begitu indah…”

Na..na..na..
Pagi ini berdendang dalam kesyahduan langit yg begitu meneduhkan.
Mendinginkan bumi yang seakan haus akan curahan kasih sayang dari tangan-Nya.
Membasahi jalanan yg kering dan penuh dgn hamparan sampah2 jalanan.
Dan tentunya, dalam iringan tasbih, dan dzikir pada-Nya.

Sebuah karunia yg tercurah dari langit-Nya,
Yg mengajarkan dan mengingatkan pada kita arti dari sebuah rasa syukur.
Serta menyadarkan kita, bahwa dibalik keteduhan hujan yg Dia turunkan ke muka bumi-Nya ini,
Tersimpan sebuah peringatan, bahwa sesuatu dapat saja Dia lakukan,
Apabila Dia menghendakinya.

Ego yg kadang menguasai diri,
Berpikir bahwa dirilah yg lebih hebat di muka bumi ini,
Atau bahkan, menganggap segala yg ada pada dirinya,
Bukan berasal dari-Nya.

Kecerdasan intelektual dan material,
Dengan berpegang pada hukum Syara’ yg menjadi pegangan dalam berkata maupun bertindak,
Menjadikan mata, hati dan pendengaran kian teduh dan tenang saat mendapati kebenaran itu ada dari sesuatu di luar kecerdasannya.
Sekalipun, itu berasal dari dia yg lebih muda ataupun lebih sedikit ilmunya dari diri.

Karena, bisa saja dari pembelajaran dan pemahaman yg kita pelajari kini,
Ada sebuah jeda atau rentang waktu yg melewatkan materi dan kebenaran tersebut dari batas pandang, pendengaran dan pemikiran diri.
Maka, menerima dengan sepenuh hati,
Atas kebenaran yg ada di depan mata,
Adalah pertanda keikhlasan dan kecerdasan diri mentaffakuri ilmu2-Nya di muka bumi ini.

Huft, ego seakan tak pernah ada habisnya menguasai diri,
Mengikrarkan diri sebagai yg paling benar.
Satu dengan yg lain saling tuding dan saling memaki,
Padahal, di luar batas pertandingan kita,
Ada penonton yg tertawa dan bertepuk tangan atas keterpecahan kita.

Sekalipun mungkin kita beda barisan dalam keterikatan jama’ah yg kita ikuti,
Tetaplah pandang kebersamaan dan ketersatuan kita.
Semakin pererat silah ukhuwah antara kita,
Hancurkan konspirasi yg ada di tengah2 kita,
Dengan kekuatan aqidah, nafsiyah dan pemahaman politik yg ada dalam ketersatuan kita.

Buatlah sang inspirator perpecahan kita –umat islam-,
Gentar dgn kekuatan kita.
Kita tidak takut pada mereka,
Sang pemilik Negara Adikuasa.
Namun, kita hanya takut pada Allah,
Sang Maha Sempurna,
Pemilik kehidupan, manusia dan alam semesta ini.
Hingga, landasan Iman akan senantiasa menghantarkan kita pada kemuliaan-Nya.
Mewujudkan bisyarah Rasul-Nya, dan janji-Nya,
Yg tertulis dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Insya Allah,
Dgn ijin-Nya,
Dgn persatuan kita,
Kesadaran kita,
Dan Kekuatan kita,
Kemenangan itu ada dalam Genggaman kita.

Fokuskan hidup kita dalam sebuah pengabdian yg menyeluruh –kaffah- pada-Nya.
Berantas penyakit wahn –kecintaan dunia dan ketakutan pada kematian-,
Dengan ketakwaan dan keimanan yg mendalam pada-Nya,
Hancurkan Kemunafikan yg ada di tengah2 kita,
Hingga, kemuliaan, kesejahteraan, dan keridhoan-Nya,
Benar2 nyata di depan mata kita,
 Seiring dengan Langkah kita dan Kontribusi kita...
Tuk Mewujudkan sebuah Kekuatan Umat.
Dalam satu institusi Negara yg tentunya menerapkan Syariat-Nya secara kaffah,
Itulah Daulah Khilafah Islamiyah…

Salam Revolusi, Kawan!!!

Terima Kasih, CINTA!

Tersadar, di dalam sepiku
Setelah jauh melangkah
Cahaya kasih-Mu menuntunku
Kembali dalam dekap tangan-Mu

Terima kasih CINTA untuk segalanya
Kau berikan lagi kesempatan itu
Tak akan terulang lagi
Semua kesalahanku yang pernah menyakiti-Mu

Tanpa-Mu tiada berarti
Tak mampu lagi berdiri
Cahaya kasih-Mu menuntunku
Kembali dalam dekapan tangan-Mu

Terima kasih CINTA untuk segalanya
Kau berikan lagi kesempatan itu
Tak akan terulang lagi
Semua kesalahanku yang pernah menyakiti-Mu

***
Ada yang tau tulisan atau lirik apakah gerangan yang ada di atas? Uups, kepada yang membuat lagu, saya mintakan maaf, apabila naskah lagunya saya rombak menjadi lebih dahsyat! Semoga menginspirasi bagi yang menyanyikannya dan bagi yang membaca catatan ini. Amin.
Berbicara dan menuliskan tentang cinta, rasanya tidak ada kata jemu ataupun bosan. Tanya kenapa? Tanya balik aja ma diri masing-masing, apakah kita bosan saat mencurahkan rasa sayang dan cinta kita kepada orang-orang yang kita sayang, seperti orang tua kita ataupun adik dan kakak kita? Kira-kira apakah gerangan yang melatar belakangi seseorang hingga begitu ikhlas melakukan sesuatu tanpa pamrih apapun? Segalanya tidak akan ada dan terjadi tanpa sebuah kekuatan yang dahsyat, yaitu CINTA.
Namun, sayang beribu sayang. Fakta di lapangan berbeda sangat dengan konteks cinta yang kita bahas di sini. Mengapa? Karena kebanyakan orang keliru dalam menerjemahkan makna cinta tersebut. Ada saja yang rela menceburkan dirinya, menghambakan dirinya, bahkan menghabisi hidupnya, hanya karena sebuah definisi cinta yang begitu keliru dipahami oleh pejuang-pejuangnya.
***
Tidak ada niat tuk dipandang sok suci ataupun sok alim. Tetapi, saya hanya ingin berbagi inspirasi, dan memberikan sesuatu yang mungkin saja dapat menyadarkan kita semua akan sebuah hal yang sejatinya sangatlah berharga dalam hidup kita. Apakah itu? Itulah waktu dan kesempatan kita.
Betapa banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia tuk sebuah perasaan yang belum waktunya tuk berhadir. Begitu banyaknya waktu yang terlewatkan dengan segudang aktivitas maksiat, padahal sebuah kehalalan dan kebarokahanlah yang diharapkan dari singkatnya kehidupan ini. Begitu sedikit waktu yang kita berikan tuk Sang pemberi kehidupan ini. Sadarkah kita akan hal ini?
Kemudian, kesempatan memberikan yang terbaik tuk-Nya, bahkan terhalang oleh aktivitas-aktivitas maksiat kita. Sudah tidak dapatin pahala, dosa-lah yang bertambah dalam perjalanan hidup kita yang kian singkat. Bahkan, tidak sedikit yang menjadi pejuang-pejuang pacaran, rela membuka auratnya, memperlihatkan rambutnya yang harusnya dilindungi sebagai sebuah kemuliaan baginya, karena pasangannya lebih menyukai dirinya dengan keterbukaan tersebut. Padahal, sadarkah kita, jauh di sana, ada satu sosok yang senantiasa mengawasi dan menantikan kita dalam balutan takwa serta ta’at pada SyariatNya?
***
Tatkala, kita mengabaikan sebuah perkara yang begitu jelas aturanNya melekat di sana, berarti dapat disimpulkan, Cinta yang sejatinya hadir di tengah-tengah kita, bukanlah sebuah cinta dalam arti yang sejatinya. Dianya hanyalah pelampiasan dari sebuah rasa yang sejatinya sangat rentan dengan hawa nafsu kita sebagai manusia. Dianya tidak berjalan dalam sebuah ketertundukkan dan keterpaduan pada bingkai aturanNya yang diSyariatkanNya kepada kita. Ya, itulah cinta semu. Cinta yang bertamengkan kata, buaian dan segala hal, yang membingkai indah, di balik kegarangan hawa nafsu, pelarian atas aturanNya.
***
Sangat berbeda dengan sebuah cinta sejati yang jauh di sana. Di mana tidak pernah diduga akan kehadirannya. Dan sungguh, begitu terjaga akan diri dan segala hal yang ingin dihadiahkannya kepada satu sosok yang juga menjaga dirinya. Cintanya pun bukanlah cinta karena sebuah ingin saja, melainkan, karena begitu cintanya dia kepada Sang pemilik hati dan cintanya itu, hingga, ibadahnya pun dirasa tidak cukup apabila dilakukan seorang diri. Separuh diennya dirasa tidak sempurna, saat satu ibadah tidak dilaksanakannya.
Itulah cinta yang sehakikinya begitu indah dan terjaga. Sekalipun mungkin ada noda, maka dia coba tuk menghapusnya dengan sebaik-baik penghapus dosa tersebut. Pemikirannya yang kian cemerlang dan mendalam, menjadikannya begitu dewasa dan bijak dalam menghadapi berbagai situasi, kondisi dan permasalahan yang tengah ataupun akan dihadapinya.
Sesekali, saat cintanya mulai terpalingkan, maka, secepat itu pula diraihnya nasehat dan pengingat dari rekan yang senantiasa mendampinginya bukan karena materi, penampilan fisik ataupun tahtanya. Melainkan, agama yang senantiasa menjadi poros kehidupan keduanya.
“Terima kasih CINTA!” , kata itulah yang senantiasa diucapkan, saat dirasakan kelelahan mulai nampak di raut wajah masing-masing. Dan terima kasih KEKASIH! Karena pada akhirnya Kau pertemukan dua cinta dalam balutan yang halal dan Kau Ridhoi keduanya dalam berkah CINTA-MU.

“Rahmat Cinta-Mu Sepanjang Masa...”

Pagi ini kembali ku selesaikan kewajibanku sebagai seorang anak. Menyelesaikan pekerjaan rumah sekaligus membantu apa-apa yang dibutuhkan kedua orang tua dalam usaha mereka. Melelahkan? Yap. Tapi, ada sebuah kepuasan tersendiri pada diri ini dibandingkan saat ku habiskan waktu di luar dalam rutinitas kerja yang menyita banyak waktuku dengan pekerjaanku tersebut. Hingga, sangat sedikit waktu tuk ku pandangi senyum indah keduanya yang senantiasa merekah tukku.
Bukanlah ini menggambarkan ku tidak ingin tuk bekerja. Ku sedang merangkai project tuk masa depanku. Ku tidak ingin hanya memiliki sebuah pekerjaan yang bersifat jangka pendek. Namun, ku inginkan itu dapat menunjang diriku tuk mengupgrade potensi serta mendukung dalam proses inspirasi tanpa batas dan amal panjang yang tak terhenti pada sisi duniawi saja.
***
“Ku ingin menjadi seorang akuntan sekaligus penulis ideologis!”, jawabku saat keduanya kembali mempertanyakan kapan ku mulai bekerja kembali. “Bunda ma Ayah percaya saja padaku, ku akan membuat kalian bangga padaku. Bukan karena eksistensiku. Melainkan, karena inspirasi, ilmu dan kebergunaanku di tengah-tengah umat. Mereka semua terlalu indah tuk ku lewatkan. Ku yang butuh mereka tuk investasi baktiku pada-Nya. Bukan mereka yang membutuhkan ku. Ku ingin mengejar ruh dan jiwaku secara adil. Sekalipun, adil itu sulit sekali tuk diukur. Karena tipis sekali batasannya. Ku tak ingin membuat diriku egois pada dunia saja, ataupun hanya berpikir pada ibadah spiritual saja. Arti kehidupan dan hakikat ku hidup inilah yang menjadikanku memiliki mimpi dan tujuan yaitu mempersiapkan segala hal terbaik tuk kehidupan kekal di akhirat sana. Ku telah memikirkan semua itu, sebelum ayah dan bunda memintanya dariku. Dan ku pun ikhlaskan menunda S2 ku tuk kuliah ade. Ku tak akan mengecewakan kalian!”. Itulah janji yang ku tak mengerti juga, kapankah kiranya ku merangkai semua kata itu, hingga dengan lancarnya ku dapat mengatakan semua itu. Subhanallah.
Sejenak suasana menjadi hening. Bukan karena mereka marah padaku. Namun, mereka sedang memahami maksud dari apa yang ku katakan tadi. Kemudian, keduanya pun tersenyum indah kepadaku. Dan semenjak itulah, mereka tak lagi mempermasalahkan terhadap apa saja kesibukkan yang sedang ku kerjakan. Sekalipun, pekerjaanku sekarang belum sebagai konsultan pada bidang yang sedang ku tekuni. Namun, ku belajar banyak hal dari banyaknya waktu yang diberikan-Nya tukku. Mengupgrade diri menjadi lebih baik dalam berbagai bidang ilmu. Itulah sesuatu yang berharga tukku.
***
“Tuk menjadi profesional dengan sesuatu yang menjadi sisi lebih kita. Kita harus mencari tantangan baru yang menjadikan kita terasah serta terupgrade sehingga menjadi lebih baik lagi. Bukannya memikirkan sesuatu itu hanya diukur dengan imbalan uang saja. Setidaknya dengan nilai kepuasan dalam diri, itu jauh lebih berharga dibandingkan nominal uang yang kita terima.”, Dosenku kembali menyisipkan sebuah pesan yang menginspirasi serta membangun kesadaran bagi mindset berpikir yang kapitalis. Hemm, retorika yang luar biasa gumamku dalam hati.
Sekalipun, beliau bukanlah orang yang menamakan diri beliau sebagai ustadz. Namun, bagiku, apa yang beliau sampaikan benar-benar mencerminkan sebuah proses berpikir yang mendalam, sekalipun belum cemerlang. Karena aspek saham masihlah menjadi sesuatu yang beliau geluti. Tetapi, beliau benar-benar telah menginspirasi dan membuatku terpana dengan retorika yang beliau gunakan. Hingga membuatku mengazamkan diri tuk belajar lebih banyak lagi agar bisa seperti beliau.
Tak terasa waktu menunjukkan waktu isya. Dan kembali ku dibuat terharu dengan idealis beliau. Saat beliau menghentikan sejenak penjelasan beliau tentang materi yang beliau sampaikan tuk menyelesaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Air mata yang hangat pun tak dapat ditahan telah membasahi pipi ini dengan butir halusnya. Allahu akbar!
***
“Dalam sebuah manajemen yang stabil, tidak hanya dibutuhkan pimpinan yang baik, melainkan pun harus dibentuk dari sebuah sistem yang baik. Karena, sebagus apapun seorang pimpinan, saat sistemnya rusak/tidak baik, maka seorang pimpinan itu pun akan menjadi rusak juga.”, pembahasan pun ditutup dengan kesimpulan beliau yang memukau.
Sebuah pertemuan yang tidak hanya mengasah sisi intelektual para mahasiswanya sebagai intelek yang berkarakter khas, namun juga menyisipkan nilai-nilai yang erat kaitannya dengan sisi ruh kita sebagai manusia yang sejatinya lemah, terbatas dan bergantung terhadap sesuatu yang lebih, yaitu Sang Pencipta Kehidupan ini.
***
Waktu pun kembali menghantarkanku pada sebuah proses pembelajaran yang begitu berharga. Saat ku kembali duduk dalam taffakur pada-Nya. Bermuhasabah diri atas apa-apa saja yang telah terlalui dengan begitu sia-sia. hingga, cinta-Nya telah menjadikan sesuatu yang tak berharga itu, kini bersinar.
Dia berikan pelajaran itu melalui tangan-tangan-Nya yang ada di dunia ini. Bunda, ayah, ade, yang telah memberikan pembelajaran hidup yang pertama kali tukku, teman-teman seperjuangan yang senantiasa istiqomah dalam arus pengembalian kemuliaan yang hakiki di muka bumi ini, dosen-dosen yang senantiasa ikhlas membimbingku, rekan yang telah mengenalkan padaku arti sebuah persahabatan, sahabat-sahabat yang tak akan pernah lekang oleh waktu, mahasiswaku yang mengajarkan padaku banyak hal, anak-anak yang menjadikan sebuah kesabaran itu begitu berharga tuk dimiliki, musyrifah yang telah mencerahkan pemikiran serta mengajarkan banyak hal inspiratif tukku, teman-teman kepenulisan yang telah menjadikanku menemukan dimanakah potensi itu, mentor-mentor yang telah membentuk habits positif di dalam hidupku baik melalui sebuah kedisiplinan pencapaian mimpi di dalam proposal hidup maupun melalui habits dan pembiasaan mengupgrade diri minimal 3 jam perharinya, serta buku-buku yang telah membentuk pola pikir yang khas tukku. Semua hal yang menjadikanku dapat belajar arti bersyukur sebelum mengeluh. Terima kasih semuanya!
Dan tuk satu sosok yang menjadi rahasia-Nya, dimanapun kau, ku percaya skenario-Nya akan menjadikan semuanya indah pada waktunya. Ku tak ingin apabila hidupku menjadi beban tuk yang lain. Tapi, ku ingin, di hidupku yang singkat ini. Ku dapat berguna tuk semuanya. Sosok-sosok yang ku kenal, maupun yang belum ku kenal.
***
Kehidupan ini memang sangat terasa asing tuk kita.
Karena Dia tak inginkan kita mengenali dunia ini terlalu jeli.
Namun, tak Ia jadikan pula kita sosok-sosok yang tak berkepedulian.
Karena hidup kita di dunia ini tuk sebuah investasi jangka panjang.
Akhirat-Nya yang kekal telah menanti perjalanan singkat kita ini.
Reward atau punisment-Nya pun telah disiapkan-Nya tuk kita.
Surga ataukah Neraka yang akan menjadi jawaban.
Jawaban dari sebuah penimbangan di pengadilan-Nya.
Sekalipun, di dunia pengadilan kebal tuk kita.
Namun, perhitungan-Nya tak akan pernah luput.
Record kehidupan kita telah tertata rapi dalam database-Nya.
Maka, masihkah kita jadikan Dia tidur di singgasana-Nya?
Masihkah kita abaikan Dia sebagai pengatur kehidupan ini?
Padahal, Dia-lah yang telah menciptakan semuanya dengan begitu indahnya.
Bukan materi, ataupun unsur ketidak sengajaan yang membentuk kita.
Sekeras apapun kita dalam mengelakkan keberadaan-Nya.
Tetaplah hati kita tak kan pernah dapat tuk memisahkan-Nya dari kehidupan kita.
Karena, sejatinya, Ia begitu dekat dengan kita.
Sedekat jeda antara tarikan nafas dan hembusan nafas kita.
Maka, nikmat Tuhan yang manakah yang kiranya kau dustakan?
Sejatinya, kita adalah orang-orang yang yakin.
Yakin, bahwa hidup kita pasti kan berakhir.
Dan yakin, bahwa segala apa yang kita tanam sebagai benih,
Pasti kan menuaikan sebuah hasil, sebagaimana benih yang kita tanam.
“Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembali-lah kalian kepada-Nya sebagai jiwa-jiwa yang tenang pula, serta dalam Ridho dan Barokah-Nya”
Aamiin.

Opening Faza's Blog

Assalamu'alaikum!
~Ahlan wa sahlan~

Apa Kabarnya Hari ini?
"Alhamdulillah, Selalu Mencerahkan, Luar Biasa Sukses!"

~Allahu Akbar~