Minggu, 23 Januari 2011

“Tak Hanya Sekedar Tawa”

Mengapa sih hari-hari harus senantiasa diisi dengan tawa? Padahal kan bila menoleh ke belakang, pada masa Rasulullah dan para Sahabat, justru kita kan sering menangis.
Apakah energi positif itu harus dibagikan dengan tawa? Tak cukupkah seuntai senyum mewakilinya? Dibarengi diskusi-diskusi berbobot, membahas masalah umat dan hal-hal penting lainnya.
Apakah ku yg telah berpikir kuno? Mari ikuti catatan saya berikut ini: “Tak Hanya Sekedar Tawa”




Tiada bermaksud menggugat, menceramahi ataupun membenci yang namanya sebuah aktivitas “tawa” dalam hidup ini. Hanya saja, kadang aktivitas ini menguras habis waktu kita. Menemani setiap tutur kata kita, bahkan diskusi-diskusi yang awalnya berbobot, menjadi tiada terlihat seriusnya atau omong kosong.
Memang benar, senyum dan tawa dapat menjadi obat “awet muda”, kata beberapa pakar kesehatan. Akan tetapi, cobalah tengok kehidupan di luar sana. Adakah tawa kita berimbang dengan derai tangis dan pesakitan yang mereka rasakan?
Kadang pun, entah disadari ataupun tidak. Tawa itu menjadi begitu menggelegar, seakan hidup ini hanya dipenuhi dengan segala hal yg indah. Entahlah, apakah sang pengamat ini terlalu kaku dalam melihat fenomena tersebut, ataukah sudah begitu kaku setiap hati yang ada di hadapan mata ini.
Padahal apabila berkaca pada masa Rasulullah dan para sahabat dulu, waktu yang ada sangat sedikit tuk diisi dengan canda dan tawa. Setiap waktu senantiasa diisi oleh aktivitas ibadah, diskusi, pembinaan, pengaturan urusan rakyat, dan masih banyak lagi. Kemudian juga, di setiap waktu dzikir kepada Allah, tiada pernah terhenti dari bibir para sahabat. Ditambah, saat membaca ataupun dibacakan Firman-firman Allah, maka berderailah air mata dan tersungkurlah mereka. Lantas, apa bedanya dengan saat ini?
Jelas sekali berbeda. Mengapa? Dahulu kan ada Negara yang mengayomi umat begitu kokoh berdiri tegak. Sedangkan sekarang? Tiada ada Negara itu, tiada ada yang menjaga dan mengingatkan umat. Lantas, Apakah tiada ada yang menyadarkan, bahwa kita berada di sebuah aturan yang sejatinya bukanlah milik kita? Dan mengapa justru kita dapat tertawa dengan begitu bahagia?
Dalam surah Maryam ayat 58, Allah berfirman yang artinya sebagai berikut: “Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”
Dari ibnu abi malikah, ia berkata; aku duduk bersama Abdullah bin Amru di atas batu, maka ia berkata: “Menangislah! Jika tidak bisa berusahalah untuk menangis. Jika kalian mengetahui ilmu yang sebenarnya, niscaya salah seorang dari kalian akan shalat hingga patah punggungnya. Dan ia akan menangis hingga suaranya terputus.” (HR. Al-Hakim dalam kitab Shahih-nya, disetujui oleh adz-Dzahabi)
Dari Anas ra., ia berkata; Rasulullah saw. pernah berkhutbah yang aku tidak pernah mendengar khutbah seperti itu selamanya. Rasulullah saw. bersabda: “Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, maka niscaya kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” Kemudian para sahabat Rasulullah saw. menutup wajah mereka dan mereka menangis tersedu-sedu. (Mutafaq ‘alaih)
Sungguh, begitu egois, bila hanya mengisi hari-hari kita dengan penuh tawa. Bukannya tak menginginkan hal demikian. Hanya saja, frekuensinya tak seharusnya berdurasi sebegitu panjangnya. Hingga-hingga tak melihat tempat, baik itu di mushola, masjid, rapat, kajian, dll, senantiasa tawa nan membahana, yang tak menjaga kehati-hatian atasnya.
Jangan sampai hati kita menjadi kering atas tawa itu. Jangan sampai tawa itu justru mendzolimi saudara-saudara kita yang lain, yang harusnya mendapatkan contoh yang selayaknya.
Semoga ini dapat menjadi intropeksi bagi yang menulis maupun yang membaca. Karena kendati kita adalah manusia yang senantiasa tak luput dari kesalahan, tapi, alangkah baiknya, apabila kita senantiasa berhati-hati dalam bersikap.
Semua ini bukan atas nama aktivis dakwah, melainkan karena seorang insan yang telah meyakini dan mengimani keislamanannya secara kaffah dan mendalam, haruslah menjadikan apa yang Allah perintahkan dan Rasulullah contohkan sebagai pedoman dan pandangan hidupnya.

Salam perjuangan, kawan!!!

At 23:27 pm
Saat makar-makar dan propaganda musuh-musuh islam kian menggurita,
Masihkah kita terfokus pada kesenangan-kesenangan kita?
By: “Mecha”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Opening Faza's Blog

Assalamu'alaikum!
~Ahlan wa sahlan~

Apa Kabarnya Hari ini?
"Alhamdulillah, Selalu Mencerahkan, Luar Biasa Sukses!"

~Allahu Akbar~