Sabtu, 04 Februari 2012

“Rahmat Cinta-Mu Sepanjang Masa...”

Pagi ini kembali ku selesaikan kewajibanku sebagai seorang anak. Menyelesaikan pekerjaan rumah sekaligus membantu apa-apa yang dibutuhkan kedua orang tua dalam usaha mereka. Melelahkan? Yap. Tapi, ada sebuah kepuasan tersendiri pada diri ini dibandingkan saat ku habiskan waktu di luar dalam rutinitas kerja yang menyita banyak waktuku dengan pekerjaanku tersebut. Hingga, sangat sedikit waktu tuk ku pandangi senyum indah keduanya yang senantiasa merekah tukku.
Bukanlah ini menggambarkan ku tidak ingin tuk bekerja. Ku sedang merangkai project tuk masa depanku. Ku tidak ingin hanya memiliki sebuah pekerjaan yang bersifat jangka pendek. Namun, ku inginkan itu dapat menunjang diriku tuk mengupgrade potensi serta mendukung dalam proses inspirasi tanpa batas dan amal panjang yang tak terhenti pada sisi duniawi saja.
***
“Ku ingin menjadi seorang akuntan sekaligus penulis ideologis!”, jawabku saat keduanya kembali mempertanyakan kapan ku mulai bekerja kembali. “Bunda ma Ayah percaya saja padaku, ku akan membuat kalian bangga padaku. Bukan karena eksistensiku. Melainkan, karena inspirasi, ilmu dan kebergunaanku di tengah-tengah umat. Mereka semua terlalu indah tuk ku lewatkan. Ku yang butuh mereka tuk investasi baktiku pada-Nya. Bukan mereka yang membutuhkan ku. Ku ingin mengejar ruh dan jiwaku secara adil. Sekalipun, adil itu sulit sekali tuk diukur. Karena tipis sekali batasannya. Ku tak ingin membuat diriku egois pada dunia saja, ataupun hanya berpikir pada ibadah spiritual saja. Arti kehidupan dan hakikat ku hidup inilah yang menjadikanku memiliki mimpi dan tujuan yaitu mempersiapkan segala hal terbaik tuk kehidupan kekal di akhirat sana. Ku telah memikirkan semua itu, sebelum ayah dan bunda memintanya dariku. Dan ku pun ikhlaskan menunda S2 ku tuk kuliah ade. Ku tak akan mengecewakan kalian!”. Itulah janji yang ku tak mengerti juga, kapankah kiranya ku merangkai semua kata itu, hingga dengan lancarnya ku dapat mengatakan semua itu. Subhanallah.
Sejenak suasana menjadi hening. Bukan karena mereka marah padaku. Namun, mereka sedang memahami maksud dari apa yang ku katakan tadi. Kemudian, keduanya pun tersenyum indah kepadaku. Dan semenjak itulah, mereka tak lagi mempermasalahkan terhadap apa saja kesibukkan yang sedang ku kerjakan. Sekalipun, pekerjaanku sekarang belum sebagai konsultan pada bidang yang sedang ku tekuni. Namun, ku belajar banyak hal dari banyaknya waktu yang diberikan-Nya tukku. Mengupgrade diri menjadi lebih baik dalam berbagai bidang ilmu. Itulah sesuatu yang berharga tukku.
***
“Tuk menjadi profesional dengan sesuatu yang menjadi sisi lebih kita. Kita harus mencari tantangan baru yang menjadikan kita terasah serta terupgrade sehingga menjadi lebih baik lagi. Bukannya memikirkan sesuatu itu hanya diukur dengan imbalan uang saja. Setidaknya dengan nilai kepuasan dalam diri, itu jauh lebih berharga dibandingkan nominal uang yang kita terima.”, Dosenku kembali menyisipkan sebuah pesan yang menginspirasi serta membangun kesadaran bagi mindset berpikir yang kapitalis. Hemm, retorika yang luar biasa gumamku dalam hati.
Sekalipun, beliau bukanlah orang yang menamakan diri beliau sebagai ustadz. Namun, bagiku, apa yang beliau sampaikan benar-benar mencerminkan sebuah proses berpikir yang mendalam, sekalipun belum cemerlang. Karena aspek saham masihlah menjadi sesuatu yang beliau geluti. Tetapi, beliau benar-benar telah menginspirasi dan membuatku terpana dengan retorika yang beliau gunakan. Hingga membuatku mengazamkan diri tuk belajar lebih banyak lagi agar bisa seperti beliau.
Tak terasa waktu menunjukkan waktu isya. Dan kembali ku dibuat terharu dengan idealis beliau. Saat beliau menghentikan sejenak penjelasan beliau tentang materi yang beliau sampaikan tuk menyelesaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Air mata yang hangat pun tak dapat ditahan telah membasahi pipi ini dengan butir halusnya. Allahu akbar!
***
“Dalam sebuah manajemen yang stabil, tidak hanya dibutuhkan pimpinan yang baik, melainkan pun harus dibentuk dari sebuah sistem yang baik. Karena, sebagus apapun seorang pimpinan, saat sistemnya rusak/tidak baik, maka seorang pimpinan itu pun akan menjadi rusak juga.”, pembahasan pun ditutup dengan kesimpulan beliau yang memukau.
Sebuah pertemuan yang tidak hanya mengasah sisi intelektual para mahasiswanya sebagai intelek yang berkarakter khas, namun juga menyisipkan nilai-nilai yang erat kaitannya dengan sisi ruh kita sebagai manusia yang sejatinya lemah, terbatas dan bergantung terhadap sesuatu yang lebih, yaitu Sang Pencipta Kehidupan ini.
***
Waktu pun kembali menghantarkanku pada sebuah proses pembelajaran yang begitu berharga. Saat ku kembali duduk dalam taffakur pada-Nya. Bermuhasabah diri atas apa-apa saja yang telah terlalui dengan begitu sia-sia. hingga, cinta-Nya telah menjadikan sesuatu yang tak berharga itu, kini bersinar.
Dia berikan pelajaran itu melalui tangan-tangan-Nya yang ada di dunia ini. Bunda, ayah, ade, yang telah memberikan pembelajaran hidup yang pertama kali tukku, teman-teman seperjuangan yang senantiasa istiqomah dalam arus pengembalian kemuliaan yang hakiki di muka bumi ini, dosen-dosen yang senantiasa ikhlas membimbingku, rekan yang telah mengenalkan padaku arti sebuah persahabatan, sahabat-sahabat yang tak akan pernah lekang oleh waktu, mahasiswaku yang mengajarkan padaku banyak hal, anak-anak yang menjadikan sebuah kesabaran itu begitu berharga tuk dimiliki, musyrifah yang telah mencerahkan pemikiran serta mengajarkan banyak hal inspiratif tukku, teman-teman kepenulisan yang telah menjadikanku menemukan dimanakah potensi itu, mentor-mentor yang telah membentuk habits positif di dalam hidupku baik melalui sebuah kedisiplinan pencapaian mimpi di dalam proposal hidup maupun melalui habits dan pembiasaan mengupgrade diri minimal 3 jam perharinya, serta buku-buku yang telah membentuk pola pikir yang khas tukku. Semua hal yang menjadikanku dapat belajar arti bersyukur sebelum mengeluh. Terima kasih semuanya!
Dan tuk satu sosok yang menjadi rahasia-Nya, dimanapun kau, ku percaya skenario-Nya akan menjadikan semuanya indah pada waktunya. Ku tak ingin apabila hidupku menjadi beban tuk yang lain. Tapi, ku ingin, di hidupku yang singkat ini. Ku dapat berguna tuk semuanya. Sosok-sosok yang ku kenal, maupun yang belum ku kenal.
***
Kehidupan ini memang sangat terasa asing tuk kita.
Karena Dia tak inginkan kita mengenali dunia ini terlalu jeli.
Namun, tak Ia jadikan pula kita sosok-sosok yang tak berkepedulian.
Karena hidup kita di dunia ini tuk sebuah investasi jangka panjang.
Akhirat-Nya yang kekal telah menanti perjalanan singkat kita ini.
Reward atau punisment-Nya pun telah disiapkan-Nya tuk kita.
Surga ataukah Neraka yang akan menjadi jawaban.
Jawaban dari sebuah penimbangan di pengadilan-Nya.
Sekalipun, di dunia pengadilan kebal tuk kita.
Namun, perhitungan-Nya tak akan pernah luput.
Record kehidupan kita telah tertata rapi dalam database-Nya.
Maka, masihkah kita jadikan Dia tidur di singgasana-Nya?
Masihkah kita abaikan Dia sebagai pengatur kehidupan ini?
Padahal, Dia-lah yang telah menciptakan semuanya dengan begitu indahnya.
Bukan materi, ataupun unsur ketidak sengajaan yang membentuk kita.
Sekeras apapun kita dalam mengelakkan keberadaan-Nya.
Tetaplah hati kita tak kan pernah dapat tuk memisahkan-Nya dari kehidupan kita.
Karena, sejatinya, Ia begitu dekat dengan kita.
Sedekat jeda antara tarikan nafas dan hembusan nafas kita.
Maka, nikmat Tuhan yang manakah yang kiranya kau dustakan?
Sejatinya, kita adalah orang-orang yang yakin.
Yakin, bahwa hidup kita pasti kan berakhir.
Dan yakin, bahwa segala apa yang kita tanam sebagai benih,
Pasti kan menuaikan sebuah hasil, sebagaimana benih yang kita tanam.
“Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembali-lah kalian kepada-Nya sebagai jiwa-jiwa yang tenang pula, serta dalam Ridho dan Barokah-Nya”
Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Opening Faza's Blog

Assalamu'alaikum!
~Ahlan wa sahlan~

Apa Kabarnya Hari ini?
"Alhamdulillah, Selalu Mencerahkan, Luar Biasa Sukses!"

~Allahu Akbar~