Ibramsyah Amandit
JALAN PUISI
Puisiku perjalanan mikraj;
jalan naik menuju Allah
meniti asma, sifat, af’alullah
Lama diri bersimbah
panas serta berbasah-basah
tunduk tengadah pulang ke diri
nyatanya tak siapa pemilik apa
Puisiku perjalanan mikraj;
jalan pupus di dalam Allah
hilang panas hilang basah
punah diri dalam Allah
suara jiwa mengkalamullah
Puisiku perjalanan mikraj;
jalan pulang dari Allah dengan Allah
ulat kepompong berubah polah
sukma terbang selendang kiswah
Puisiku perjalanan mikraj;
turun di pintu-pintu rumah
sudah bersayap puisi amanah
kata-kata rahmat berpetuah
Tamban, 3/11/2012
PULANG
Pulanglah...
Pulang, hai angin Sulaiman
pembaca cuaca dan keadaan
Jendela selalu terbuka
ke sarang lumbung semula
tempat eraman segala cita
Angin lepas ke manapun telah berlayar
penat kembara melintas buih sia-sia
Tiadakah di sini lebih baik;
kamar karantina kelumpuhan
bagi mendaras ulang aksara-aksara
memaknai isyarat purba dan tanda-tanda
antara selaput khayal
mimpi yang memperpanjang bayang
Apa artinya kebaikan tersumbat?
putih hati tertimbun-timbun
tak menetas telur di koloni dinasti
dari makhluk bersayap lumpuh kaki
meski kelumpuhan bukanlah cacat
bukan aib bahan tertawaan
layaknya kekuasaan yang berkeliaran
berbatas bahagia dengan rakyat
Pulanglah...
di induk kebisuan
di pangkal niat suci semuci
lalu tertawalah, hai jiwa pengembara sia-sia!
Tamban, 21/10/2012
SEPERTI MUSA
Ketika Tuhan mengambil perjanjian-Nya (dengan kelumpuhanku)
aku seperti Nabi Musa
diangkat di depanku (beban bagai) Gunung Thursina
Lalu Tuhan berfirman:
“Ambillah (uzur) Kami bentangkan kepadamu dengan tabah
dan insyaflah (dalam kelumpuhan itu)
agar kau menjadi takwa.”
Saat subuh di kamar karantina lumpuh
berderai air mata dan tawa
bergetar diri penuh rasa bahagia
“Musa lumpuh” membaca Surah al-Baqarah 63
menyadari atas rahasia Tuhannya
bahwa lumpuhku agar menjadi takwa
lebih baik daripada sehat maksiat
Tamban, 24/10/2012
ZERO AREA
Di lingkaran kehidupan
aku putus kegiatan
Di lingkaran pergaulan
aku asyik memangku tangan
Di lingkaran waktu sehari
kulepas kupu-kupu menari
Di lingkaran percakapan
hatiku bersahutan
Di lingkaran kejadian
kutuntaskan perjanjian
Di lingkaran perasaan
pagi esok aku berkain kafan
Di lingkaran nasib
aku digantung Tuhan
Tamban, 20/10/2012
PUTRA KUALA
Kelahiranku bukan merapal nama;
hutan galam, kelakai, air coklat asam
jalan kampung rusak.
Jembatan Rumpiang
mondar-mandir tongkang batu bara
sejumlah kantor sejumlah warga
tanah gambut basah becek lembut
daerah bantaran pasang surut
Berkali-kali biasa kubaca
bagai susun huruf-huruf penanda
atributmu, Batola!
Tapi aku terlahir bukan merapal namamu...
Aku putra yang dahaga di rahimmu
beri pemuas hausku dengan lemak manismu
aku nalar perambah dada kuala
aku juga perasa pemabuk gila
menari di darah dagingmu rawa becekmu
menari di pinggir pantai di arus sungai
di rancang bangun hidup dan kematianku
di pelabuhan tambatan anak cucu
Sambut mabukku;
yang menggebu hasrat ombak membiru
aku siang di mabuk terang
aku surya di denyar petang
aku purnama pengibas bayang
embun jiwa dalam tarian mabukku gila, Batola
Kata-kataku ini sabda!
Tarian kasih dan cintaku bergelora
berputar dalam genderang laga
tariku tari pejuang
tari siang terang
aku surya aku purnama aku pejuang
mengukir tebing menderu kuala
aku purnama embun penyejuk jiwa
Batola, Batola...
merendahlah
berikan puting susu ibumu
sebelum terbakar punah
bila kau tegak berpongah-pongah
Tamban, 26/10/2012
BUNGA-BUNGA
Kubaca subhanallah di putih melati
Kubaca alhamdulillah di bunga matahari
Kubaca Allahu Akbar di teratai mekar
Aku stroke di mawar berduri
Jangan kau iri…
Cintaku nyeri ditusuk Illahi
Tamban, 27/10/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar